MENGENAI BID'AH (Status Ustadz Ronnie Winata]
Definisi bid'ah menurut Imam Nawawi sebagai perbuatan yang tidak ada contoh sebelumnya,
sebagaimana disebutkan dalam Kitab al-Majmu ' Syahr al-Muhadzdzab : " setiap
perkara yang dilakukan yang mana padanya tidak ada contoh sebelumnya "
Dan dalam Kitab Tahdzibul Asmaa'wal lughaar beliau mendefinisikan : " Bid'ah
dalam syara' adalah mengada-adakan perkara yang tidak ada pada masa Rasulullah
Shalullah 'alayhi wa salam, bid'ah hasanah dan qabihah.
Sulthanul 'Ulamaa' Al Imam 'Izzudin bin Abdissalam di dalam Kitabnya Qawa'idul
Ahkam mendefinisikan bid'ah sebagai berikut : " Bid'ah adalah melakukan sesuatu yang
tidak ada masa2 Rasulullah s.a.w., dan itu terbagi menjadi, bid'ah Wajibah, Bid'ah
Muharramah, Bid'ah Mandzubah, Bid'ah Makruhah dan Bid'ah Mubahah, sedangkan metode
dalam mengetahui pembagian yang demikian itu untuk menjelaskan berdasarkan kaidah2
syariah .
Berdasarkan definisi ini setiap sesuatu apapun terkait syara' yang tidak ada pada
masa Rasululloh maka itu dinamakan bid'ah, dimana itu dilakukan hanya atas inisiatif
sahabat Nabi pasca wafatnya Beliau Saw. Namun yang harus difahami "Para
Sahabat" merupakan orang-orang yang mendapatkan petunjuk sehingga perkara baru yang
mereka lakukan walaupun terkadang terjadi perselisihan di antara mereka tetap
saja disebut sebagai sunnah. Yaitu Bid'ah yang pada hakikatnya adalah sunnah sebagaimana contoh shalat tarawih dinamakan ni'amatul bid'ah (sebaik baik bid'ah) dan
sunnah yang dimaksud adalah sunnah dalam pengertian kebiasaan umum bukan khusus
sebab dalam pengertian khusus hanya disandarkan pada Baginda Nabi Saw baik berupa
perkataan, perbuatan maupun taqrir beliau s.a.w.
Questions : Kenapa tidak semua bid'ah jatuh pada status hukum haram ???
Answers : sebab bid'ah bukanlah hukum (status hukum dlm islam) karena bid'ah adalah
sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut perkara baru yang tidak berasal dr
Baginda Nabi S.a.w. dan Hukum Islam hanya ada 5 perkara :
1. Wajib
2. Sunnah (mandub)
3. Mubah
4. Makruh dan
5. Haram.
yang sesuai status hukum dan penetapannya.
Pembahasan bid'ah adalah sebenarnya pembahasan yang telah lama terjadi atau bisa
disebut telah "usang" yang senantiasa digembar gemborkan oleh beberapa kalangan hingga akhirnya menimbulkan keresahan diantara kaum muslim dengan
berbagai tudingan yang sebenarnya bermuara pada perbedaan faham dalam memahami dari
bid'ah itu sendiri, misalnya seperti kalangan beberapa ulama menolak pembagian
bid'ah hasanah, hakikatnya adalah tidak menerima penyebutan bid'ah terhadap masalah yang masih dinaungi oleh ke umuman nas atau masalah yang masih ada asalnya dr al
Qur'an, as-sunnah, ijma, Qiyas, mashlahah mursalah dan ada juga fuqaha yang menunjuki dalilnya sehingga menurut mereka yang seperti ini kapan harus disebut bid'ah
jika ada nasnya (walaupun sifatnya umum).
Sedangkan yang membagi bid'ah mereka menganggap bahwa perkara tersebut memang baru
(muhdats) yang tidak ada pada masa Nabi S.a.w. yang perlu ditinjau sisi hukumnya
sehingga jika selaras dengan esensi alQur'an dan as Sunnah atau masih dinaungi dengan
nash-nash umum maka berarti itu perkara yang baik, hal itu didasarkan pada ungkapan
perkataan Sayyidina Umar ra, yaitu ni'amatul bid'ah juga hadits "man sanna
fil islam" (barangsiapa mencetuskan/mensunnahkan (sanna) didalam islam,)
,,.dari sinilah muncul penggunaan istilah bid'ah yang maksud dan tujuan penggunaan
pada intinya untuk atau sebagai pembeda antara perkara-perkara yang ada pd masa Nabi Saw dan
perkara yang tidak ada.
Jika ada sebuah perkara yang dianggap oleh para ulama sebagai bid'ah maka beliau-beliau tidak
serta merta menjatuhkan status haram pada bid'ah tersebut melainkan para ulama
menimbang dan mengkaji terlebih dahulu tentang bid'ah tersebut yakni terkait selaras
atau tidaknya dengan kaidah-kaidah syariat sehingga pada nantinya akan terlihat dapat
disimpulkan status hukum untuk perkara bid'ah tersebut apakah masuk dalam hukum wajib,
mandud/ mustahab, mubah/jaiz, makruh dan haram sebab perkara itu harus
ditetapkan status hukumnya terlebih dahulu sebagai contoh per_Nikah_an lebih dari
satupun yang jelas-jelas sunnah Baginda S.a.w. tidak serta merta dihukumi wajib
tergantung kondisi dan situasinya oleh karenanya perkara bid'ah pun harus
ditinjau kaidah syariat dalam menetapi status-status hukumnya.
Jika masuk pada kaidah penetapan hukum makruh maka para ulama menyebutkan
sbg bid'ah makruhah (yang sifat
hukumnya makruh) dan apabila masuk pada kategori
kaidah penetapan hukum makruh haram maka beliau para ulama akan
menyebutnya sebagai bid'ah muharramah (status sifat hukumnya haram) lalu
jika masuk dalam penetapan
hukum mubah / jaiz maka disebut bid'ah mubahah (sifat status hukumnya
mubah)
lalu masuk dalam penetapan hukumnya sunnah/mandud/mustahab akan disebut
dengan
bid'ah mustahabbah (status sifat hukumnya sunnah ) dan begitu pula jika
masuk pada penetapan hukum wajib disebut bid'ah wajibah (status sifat
hukumnya wajib)
Dalam Tahdzibul Asmaa 'wal Lughaat Lil-Imam an Nawawi dan Qawaidul Ahkam
lil-Iman 'Izzuddin bin Abdis Salam secara rinci menetapkan qaidah-qaidah bid'ah.
Syaikhul Imam Abu Muhammad 'Abdul 'Aziz bin Abdis Salam di dalam akhir kitabnya
al-Qawaid berkata : " Bid'ah terbagi kepada hukum yang wajib, haram, mandub,
makruh dan mubah, ia berkata metode yang demikian untuk memaparkan bid'ah
berdasarkan kaidah-kaidah syari'ah sebagai berikut. :
1. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum wajib maka itu bid'ah wajibah.
2. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum haram maka itu bid'ah
muharramah.
3. Apabila masuk pada qaidah hukum mandub maka itu bid'ah mandubah.
4. Apabila masuk pada qaidah hukum makruh maka itu bid'ah makruhah.
5. Apabila masuk pada qaidah hukum mubah maka itu bid'ah mubahah.
(Dokumen di facebook Pemuda TQN Suryalaya, dari berbagai sumber)
Read more: http://www.dokumenpemudatqn.com/2013/01/dokno409-mengenai-bidah-status-ustadz.html#ixzz2HfmW0Dan
Posting Komentar