Latest Post

KEUTAMAAN DZIKIR

Written By Mahmud J. Al Maghribi on Rabu, 04 Oktober 2017 | 03.30

Kajian Dhuha di Masjid Al Barokah
Cluster Permata Karawaci, 24-09-2017.
Oleh, Mahmud J. Al Maghribaen
Muqodimah :
Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Alaa inna auliyaa Allohi laa khaufun 'alaihim walaa hum yahzanuun, alladziina aamanuu wakaanu yattaquuna, lahumul busyroo fiddunyaa wafil aakhiroh, laa tabdiila likalimaatillaahi dzalika huwal fauzul azhiimu

Artinya, "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Alloh itu tidak ada rasa kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa, bagi mereka berita gembira dalam kehidupan di dunia dan dalam kehidupan di akhirat. Tidak ada perubahan dalam kalimat (janji-janji Alloh), yang demikian itu adalah kemenangan yang besar". (QS. Yunus : 62-64).
Yaa ayyuhannaasu, innaa kholaqnaakum min dazakin wa untsaa. Waja'alnaakum syubuuan wa qobaa ila lita'aarofuu. Innaa akroomakum indallohi atqookum. Innalloha haliimun khobiirun
(Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui dan Maha Mengenal).
Sebagaimana Firman Alloh di atas, mudah-mudahan silaturahmi kita ini membawa keberkahan, sebab pertemuan kita ini bukan hanya saling mengenal, akan tetapi lebih daripada itu yaitu pertemuan ini dalam suatu majelis, yaitu majelis ilmu. Dimana keutamaannya sudah kita ketahui bersama. Seperti biasa, sebelum memulai tausiah, saya biasa memperkenalkan diri terlebih dahulu, karena ada pepatah, "Tak kenal maka tak sayang". Nama saya Mahmud Jonsen, kemudian Guru saya menambahkan Al Maghribaen. Aktivitas saya sehari-hari sebagai pegawai di Perusahaan swasta, juga menyambi sebagai Dosen di Unpri, salah satu mata kuliah yang saya ajar adalah agama Islam. Bersama dengan rekan saya ini, yang menjadi wasilah saya hadir di majelis dhuha ini. Beliau ini adalah Kajur saya. Adapun aktivitas pengajian saya, adalah di TQN PPS Suryalaya, bukan kebetulan pula saya dipercaya oleh Syekh Mursyid pengersa Abah Aos untuk mewakili beliau dalam memberikan Talqin Dzikir.

Hadirin yang dirahmati Alloh,
Alloh menjadikan kita bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kita saling mengenal, mengenal dalam arti mengenal budaya, adat istiadat, bahkan berbagi ilmu, sebab ilmu Alloh itu sangat luas, kita hanya diberikan sidikit dari ilmu Alloh, dari sedikit ilmu Alloh itu maka dititipkan ke masing-masing diri kita, sehingga hari ini saya sebagai pembicara di hadapan Bapak dan ibu, esok hari bisa jadi Bapak dan ibu di hadapan saya untuk menyapaikan ilmu yang dimilikinya. Belajar-mengajar itu hal yang biasa, bisa jadi hari ini sebagai dosen, besok lusa kita sebagai mahasiswa, itu hal biasa. Tetapi ingatlah, orang yang lebih mulia di Sisi Alloh itu adalah yang paling Bertaqwa, "Inna akromakum indallohi atqookum" (Sesusungguhnya orang yang paling mulia di Sisi Alloh ialah orang yang paling bertqwa di antara kalian). Sedangkan Rosululloh Saw. bersabda, "At Taqwa haahuna, attaqwa haahuna, attaqwa haahuna", seraya beliau memberikan isyarat dengan jari telunjuknya ke bawah susu kiri. Disitulah letak Qolbu, pusat Ruh, atau jiwa manusia.
Rosululloh Saw., bersabda: "Alaa inna fil jasaadi mudhghoh. Idzaa sholuhat, sholuha jasadu kulluhu, wa idza fasadat, fasada jasadu kulluhu. Alaa wahiyal qolbu".
Artinya: Ketahuilah sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, baiklah seluruh jasad dan jika ia rusak, rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah qolbu.

Hati yang baik itu ialah hati yang bersih dari penyakit, sedang alat untuk membersihkan hati adalah Dzikir, "Dzikrulloha syifaa'ulqulub". (Dzikir kepada Alloh adalah Obat Hati).
Firman Alloh Swt.:
Alladziina yadzkuruunalloha qiiyaaman waqu'uudan wa 'alaa junuubihim. Wa yatafakkaruuna fii kholqis samaawaati wal ardhi. Robbanaa maa kholaqta haadzaa bathilaa subhaanaka faqinaa adzaabannar
Artinya, "(yaitu), orang-orang yang mengingat Alloh sambi berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring. Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya mereka berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau dan peliharalah kami dari siksa neraka". (Qs. Ali Imron:191).
Bahkan sesungguhnya semua makhluk itu bertasbih kepada Alloh.
Firman Alloh Swt.: "Tusabbihu lahussamaa waatussab'u wal ardhu waman fiihinna waim min syai-in illaa yusabbihu bihamdihii walaa killaa tafqohuuna tasbiihahum innahuu kaana haliiman ghofuuron".
(Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Alloh. Dan tidak ada suatupun melainkan bertasbih memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun). (Qs. Al Isro':44).

Hadirin jamaah yang berbahagia,
Kemuliaan manusia itu jika dibandingkan dengan makhluk lainnya ialah dengan ingatnya kepada Alloh. Ketika ia ingat kepada Alloh ketika itu ia dekat dengan Alloh, ketika ia lupa kepada Alloh maka ia jauh dari Alloh. Dekat-Jauh hamba kepada Alloh bukan karena jarak, tapi dengan ingatnya kepada Alloh. Dekat bukan milimeter jauh bukan kilometer, kata Guru saya Abah Aos, Syekh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul al Qodiri an Naqsyabandi al Kamil an Muwaffaq al Mutaqi. Al Quthbu al Shomadany, Qs. Mursyid TQN Pondok Pesantren Suryalaya, Silsilah ke-38. Silsilah ke-37 ialah Abah Anom, ke-36 ialah Abah Sepuh, dan yang ke-35 ialah Syekh Tolhah Kalisapu Cirebon, ke-34 ialah Syekh Ahmad Khotib Sambas ibnu Abdul Ghofar ra. beliau ini dimakamkan di Mekah, Dosen di Masjidil Harom pada masanya, beliaulah yang menggabungkan Thoriqoh Qodiriyah dan Tahoriqoh Naqsyabandiyah menjadi Thoriqoh Qodiriyah Naqsyanadiyah, yang awalnya hanya berkembang di Indonesia. Thoriqoh itu banyak, ratusan bahkan ribuan, di Indonesia saja ada 42 lebih. Ada thoriqoh samaniyah, ada kholidiyah, ada sanusiyah, ada naqsyabadiyah, ada qodiriyah, ada syaziliyah, ada khalwatitah, ada tijaniyah, dll.
Maka dari itu saya berharap pertemuan kita ini dapat membawa manfaat, tidak hanya sekedar puas dengan ilmu. Sesuai dengan tema yang diminta, yaitu "Keutamaan dzikir", saya berharap bapak dan ibu tidak hanya puas dengan dalil-dalil tentang dzikir, seperti tadi ayat yang dibaca oleh Qori: "Alladziina aamanu wa tathmainnul qulubuhum bidzikrillaah, alaa bidzikrillaahi tath mainnul qulub" (Yaitu orang-orang beriman yang hatinya selalu berdzikir (kepada Alloh), ketahuilah dzikir (kepada Alloh) itu menetramkan hati), lebih dari sekedar itu, tetapi kita harus mampu mempraktekkan dizikir tersebut dalam setiap detik waktu di kehidupan kita. Karena kita semuanya ini sedang mengontrak di dalam tubuh ini. Ketika masa kontrakan itu telah habis, maka siap tidak siap, suka tidak suka, mau tidak mau, senang tidak senang, kita wajib keluar dari tubuh ini. Kalau kita tidak siap, maka akan dipaksa oleh malaikat maut, tapi kalau kita siap, bukan dipaksa, melainkan dijemput oleh malaikat maut, seperti ketika Rosululloh Saw., akan wafat, malaikat datang dengan baik-baik, memberi salam sebelum masuk ke rumah Rosul, Aisyah berkata: "Ya Rosululloh di luar ada tamu, tapi aku belum pernah melihatnya sebelumnya". Itulah malaikat maut, yang datang hendak menjemput Rosul.
Bapak-bapak, Ibu-ibu yang berbahagia,
Dzikir tidak akan berfaidah kalau tidak di talqinkan. Sabda Nabi: "Wakaana dzikru laa yufiidu faaidatan taammatan illa bittalqin". (Adalah dzikir tidak akan membawa faidah yang sempurna kecuali dengan Talqin). Makanya Rosullulloh Saw. merintahkan kepada Ahlinya: "Laqqinu mautakum bikatsrotin qouli Laa Ilaaha Illaah". (Talqinkan kepada orang yang mau mati itu kalimat Laa Ilaaha Illalloh). Perhatikan, orang yang mau mati, silahkan ngacung, siapa yang merasa dirinya tidak akan mati? Tentu kita semuanya pasti mengalami mati, "Kullu nafsyi dzaaiqotul maut". Jadi talqin itu bukan di atas kuburan ketika orang sudah dikubur, juga bukan talqin ketika orang sedang sekarat, akan tetapi talqin itu ketika kita masih hidup, sehingga kalimat talqin itu masih bisa kita amalkan sebanyak-banyaknya selagi kita hidup. Perintah Allo: "Yaa ayyuhalladziina aamanudz kurulloha dzikron katsiiron" (Wahai orang yang beriman, berdzikirlah kepada Alloh dengan dzikir sebanyak-banyaknya).
Talqin itu menyimpan 12 huruf kalimat Laa Ilaaha Illalloh di dalam Ruh Jismani, 4 huruf dari 12 huruf di Ruh Ruhani, dan 1 huruf dari 4 huruf di dalam Ruh Sulthoni. Ika Ruh sudah ditalqin, maka ia akan keluar dengan sendiri, didorong oleh Laa Ilaaha Illalloh, disambut oleh Laa Ilaaha Illaalloh, diantar oleh Laa Ilaaha Illalloh, menuju Laa Ilaaha Illalloh.
Mengapa Rosululloh Saw. memerintahkan untuk ditalqin? Itu karena saking pentingnya untuk menyelamatkan umat, sebab beliau bersabda: "Man qoola akhiru kalamihi Laa Ilaaha Illalloh dakholal jannah" (Barang siapa diakhir hayatnya mengucapkan Laa Ilaaha Illaloh pasti masuk surga). Talqin itu mengajarkan dzikir, berbeda dengan mengajarkan ilmu, itu namanya taklim. Kalau dizikir sudah ditanamkan ke dalam jiwa, maka tidak ada waktu lagi yang sia-sia dalam hidup kita walau satu detik. Itulah "Laylatul qodar". Talqin pertama oleh malaikat Jibril kepada Muhammad adalah di Gua Hiro', ketika itu malaikat Jibril meminta Nabi Muhammad "Iqro'", Nabi menjawab "Ma ana bi qiroin" (apa yang harus au baca), "Iqro bismi robbikalladzi kholaq" (Baca dengan menyebut Nama Tuhanmu yang menciptakan).
Iqro' = Fa'lam annahuu Laa Ilaaha Illalloh (Qs. Muhammad:19).
Bi Ismi = Wadzkur robbaka fii nafsika (Qs. Al A'raf:205).
Dzikir itu ada 2, yaitu Dzikir Jahar dan dzikir Khofi. Dzikir Jahar adalah kalimat Laa Ilaaha Illalloh merupakan Rajanya Dzikir, berdasarkan Sabda Risululloh Saw., "Afdholu dzikri Laa Ilaaha Illalloh". Semua Nabi, sejak Nabi Adam, as. sampai dengan Nabi Muhammad Saw. semuanya mengusung kalimat Laa Ilaaha Illalloh. Sabda Nabi, "Afdhoolu maa qulta ana wannabiyyuna min qobli Laa Ilaaha Illalloh" (Yang paling utama pernah kuucapkan dan diucapkan NabiNabi sebelumku adalah Laa Ilaaha Illalloh).
Bapak dan Ibu yang dimuliakan Alloh,
Kalau saya mengajar Mahasiswa, tidak banyak yang saya sampaikan, hanya tiga cabang ilmu dalam Islam, yaitu satu hadits tentang Iman, islam, Ihsan. Karena ajaran Islam mencakup ketiga hal tersebut. Tersebutlah sebuah kisah yang sudah berusia ribuan tahun, dimuat didalam Jalaluddin Rumi, dan di kitab Tanwirul Qulub, Syekh Amin al Kudri, ada tiga orang buta ingin mengenal Gajah, pergilah mereka ke kandang gajah, masing-masing meraba-raba untuk mengenal gajah. Ada yang memegang kaki gajah, ada yang memegang telinga gajah, ada juga yang memegang belalai gajah. Lalu mereka pulang dan menjelaskan tentang gajah menurut pemahamannya masing-masing. Akhirnya orang-orang tersesat mengenal gajah. Itulah gambaran orang belajar Agama Islam, sebab islam itu terdiri dari Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih dan Ilmu Tasawwuf. Tidak bisa hanya dipahami secara terpisah melainkan harus utuh ketiga-tiganya, itulah Islam.
Hadits Iman, Islam, Ihsan :
Hadits Rosululloh Saw. :
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ،
Al Islamu antasy haduan laa ilaaha illalloh wa anna Muhammadar Rosuululloh wa tuqiimashsholaata wa tu' tiyazzakaata wa tashuuma romadhona wa tahujjal baita inis tatho'ta ilaihi sabiilan
فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ،
Antu'mina billaahi wa malaaikatihi wa kutubihi wa rosulihi wal yaumil aakhiri wa tu'mina bilqodri khoirihi wa syarrohi
قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ .
Anta'budalloha ka annaka taroohu fain lam takuntaroohu fainnahuu yarooka
Hadirin jamaah rohimakululloh,
Iman itu Tauhid, rukun iman ulama sudah sepakat ada enam, yaitu iman kepada Alloh, iman kepada malaikat, iman kepada kitabulloh, iman kepada rosululloh, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada ketetapan baik dan buruk Alloh. Mengapa harus enam, bukankah sudah cukup percaya kepada Alloh saja? Percaya kepada Alloh saja tidak cukup, bukankah Fir'aun juga percaya kepada Alloh. Iman letaknya dihati, sehingga ulama sepakat iman harus diikrarkan dengan lisan. Iman yang benar itu ialah diyakini dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan.
Kemudian Islam, itulah ilmu syariat yaitu bersyahadat, sholat, zakat, puasa, haji jika mampu. Ilmu syariat ini meliputi kajian ilmu fiqih, baik fiqih Ibadah maupun fiqih Muamalah, seperti dagang, nikah, waris, hudud, jinayat, qishos, dll.
Terakhir adalah Ihsan, ihsan adalah ilmu Tasawwuf. Atau ilmu Rasa, yaitu rasa dilihat oleh Alloh. Perhatikan, tidak akan sampai ke tingkat rasa kalau tidak ingat kepada Alloh. Sedangkan ingat kepada Alloh itu wajib ditalqinkan.
Sabda Rosululloh Saw.,
"انتع بد الله كانك تراه فان لم تكن تراه ف انها يرك
Anta'budalloha ka annaka taroohu faillam takun taroohu fainnahuu yarooka (Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau).
Bapak dan Ibu sekalian,
Mungkin itu yang dapat saya sampaikan, semoga ada manfaatnya. Saya tidak banyak menyampaikan dalil tentang dzikir, hanya diantaranya di dalam Al Quran, sbb :
Perintah banyak berdzikir :
Yaa ayyuhalladziina aamanudz kurulloha dzikron katsiiro
(Wahai orang-orang beriman, berdzikirlah kepada Alloh dengan dzikir yang banyak).
Ingat tanda syukur :
Fadzkurnii adzkurkum wasykuruulii walaa takfuruuni
Maka berdzikirlah kepada Ku maka Aku berdzikir (mengingat) kepadamu. Bersyukulah kamu kepada Ku, dan janganlah kamu kufur kepada Ku. (Qs. Al Baqoroh:105).
Tidak akan ketemu dengan dzikir ini kecuali orang yang mendapat petunjuk Alloh Swt. "Man yahdillaahu fahuwal muhtadi, waman yudhlil falan tajida lahu waliyan mursidan". (Barang siapa yang mendapat petunjuk maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barang siapa yang disesatkan-Nya maka kamu tidak akan mendapatkan seorangpun pemimpin yang dapat memberikan petunjuk).
Maka perlunya kita mencari seorang yang Mursyid sebagai penerus Rosululloh Saw. "Alaikum bisunnati wasunnatil khulafaair rosyidin" (Kalian ikutilah sunnahku dan sunnahnya khalifah setelahku). Merekalah sebagai wasilah kita untuk sampai kepada Alloh. Sebagaiman Firman-Nya:
Ya ayyuhalladzina aamanuttaqulloha wabtaghuu ilahil wasiilata wajaahidu fii sabiilihii la'allakum tuflihuuna
(Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dan carilah jalan mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, suapaya kamu mendapatkan keberuntungan).
Kalau sudah ketemu maka ikutilah jalannya, Firman Alloh :
Wattabi' sabiila man anaaba ilayya
(Ikutilah jalan orang-orang yang telah kembali).
Terima kasih atas perhatiannya, saya akhiri Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh.
Sesi tanya jawab :
1. Ustadz, tolong jelaskan apakah memang dianjurkan dzikir bersuara/bersama-sama setelah sholat fardhu?
Jawab:
Sederhana jawaban saya, kalau seandainya Bapak memiliki murid atau jamaah yang dzikirnya sama, mana yg lebih baik, sendiri atau bersama-sama? Tentu bersama-sama ya kan? Dengan begitu maka dzikir kita bisa dawam, gak setelah salam langsung pergi. Tapi kalau mau dalil, apakah ada dalilnya, tentu ada diantaranya:
Perintah berdzikir setelah sholat :
Faidzaa qodhoi tumushsholaata fadzkurulloh
Maka apabila kamu selesai mengerjakan sholat maka berdzikirlah kepada Alloh (Qs. An Nisa:103).
Dalil berdzikir dengan suara yang keras :
Inna rof'ashauti bi dzikri hiina yanshorifun naasu minal maktubaati kaana 'alaa 'ahdi rosuulillaahi shollallohu 'alihi wa sallam. Kuntu 'alamu idzaa ansharafuu bi dzaalika idzaa sami'tuhu
Artinya, "Sesungguhnya mengangkat suara didalam berdzikir ketika manusia-manusia selesai sholat fardhu yang lima waktu,bemar-benar terjadi zaman Nabi Saw. Saya (kata Ma'bud bin Abbas) mengetahui hal itu karena saya mendengarnya". (HR. Bukhori).
Dalil menyebut Nama Alloh di Masjid :
Fii buyuutin adzinallohu antur fa'a wayudzkaro fiihaasmuhu yusabbihulahu fiihaa bilghuduwwi wal asholi
Bertasbih kepada Alloh di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan petang," (QS. An Nur : 36)
Berikut adalah ayat yang menerangkan dengan gamblang perihal mereka yang berupaya menghancurkan tempat untuk mengingat Allah Ta’ala tersebut:
“Dan siapakah yang lebih aniaya dari orang yang menghalangi menyebut nama-Nya di dalam masjid-masjid Allah dan berupaya merusaknya? Mereka itu tidak layak masuk ke dalamnya kecuali dengan rasa takut. Bagi mereka di dunia ada kehinaan dan bagi mereka di akhirat tersedia azab yang besar” (Al-Baqoroh 115).
2. Apakah talqin itu sama dengan Bai'at?
Jawab:
Identik, tetapi tak sama. Kalau jaman dulu bai'at itu identik dengan perang. Bapak-bapak dan Ibu jangan elergi dengan kata Bai'at, bai'a itu janji setia. Sebagaimana difirmankan oleh Alloh dalam QS. At Taubah:111, : " Fastabsiruu bibai'ikumulladzii baya'tumbih wab dzaalika wa huwal fauzul azhiim" (maka bergembiralah kamu atas janji setiamu kepada-Nya, dan yang demikian itulah kemenangan yang besar). Dan juga Firman-Nya : "Laqod rodhiyallohu 'anil mu'miniina idz yubaayi'unaka tahtasy syajaroti fa aliima maa fii quluubihim fa anzalassakiinatahu 'alaihim wa atsaabahum fathan qoriiba" (Sungguh Alloh telah ridho kepada orang yang beriman yang telah berjanji setia kepadmu (Muhammad) di bawah pohon itu, maka Alloh mengetahui apa yang ada di hati mereka, lalu Alloh menurunkan ketenangan kepada mereka. Dan kepada mereka dijanjikan kemenangan dalam waktu yang dekat). Dan juga Firman-Nya, "Innallladziina yubaayi'unaka innama yubaayi'unalloh. Yadullohi fauqo aidhiihim faman nakatsa fainnama yankusu 'ala nafsihii waman aufaa bima 'ahada alaihulloha fasayu'tihii ajron azhiima" (Sesungguhnya orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya ia berjanji setia kepada Alloh, barang siapa yang mengingkari janjinya maka akibat dari pengibgkarannya itu akan menimpa dirinya sendiri. Dan barang siapa yang menepati janjinya, maka Allaoh akan memberinya keberuntungan yang sangat besar).
Itulah diantara ayat yang menerangkan salah satu bai'at dizaman Nabi, yaitu yang dikenal dengan Bai'at Hudaibiya atau Bai'atur Ridwan.
Jadi talqin dzikir itu ketika ditanya "Mau ditalqin Dzikir, dan Mau Mengamalkannya", itulah bai'at.
Demikian yang dapat saya sampaikan terima kasih.

TEMALAM DI BUMI BADUY DALAM

Written By Mahmud J. Al Maghribi on Rabu, 20 September 2017 | 03.19

"TEMALAM DI BUMI BADUY DALAM"
Alhamdulillaah, cerita ini aku awali dengan rasa syukur yang tak terhingga karena dengan izin Alloh telah diperjalankan oleh pengersa Abah Aos dan diberi kesempatan untuk bisa menginap di Bumi Baduy Dalam, kampung Cikeusik, Desa Kenekes, Kec. Leuwidamar, Kab. Lebak, Prov. Banten.
Perjalanan ini sudah direncanakan sebelumnya oleh panitia (ikhwan Banten). Rombongan dibagi menjadi dua Kafilah. Kafilah-1, dibatasi hanya 50 orang untuk menginap di 10 rumah Baduy Dalam. Kafilah ini berangkat hari Sabtu, 09 September 2017, dan sampai di pemukiman Baduy Dalam menjelang Maghrib. Kemudian menyusul kafilah-2 dengan jumlah orang yang lebih banyak, diperkirakan sekitar 115 orang yang diberangkatkan pada hari Minggu, 10 September 2017 memasuki tanah Baduy dan langsung menuju Huma, lokasi tempat manaqib.
Kami berlima, ikhwan dari Panongan berangkat dari Panongan Tangerang menuju titik kumpul. Sesampainya di tempat titik kumpul, yaitu di Masjid Nurul Iman, Desa Pasir Bungur, Kec. Cimarga, Kab. Rangkas Bitung, ternyata jumlah ikhwan yang hadir sudah banyak, diperkirakan jumlahnya lebih dari 75 orang (melebihi quota), oleh karena itu sesaat sebelum menunaikan sholat Dhuhur berjamaah, sambil berjalan masuk masjid Kiyai Abdul Manan (salah satu Wakil Talqin Abah Aos di Banten) berbisik, "Kiyai, terpaksa kiyai harus tinggal di perbatasan untuk memimpin ikhwan yang tidak bisa masuk ke dalam, nanti ba'diyah Isya' sekalian bisa langsung memberikan talqin dzikir".
Selesai sholat, saya langsung berkoordinasi dengan ikhwan dari Panongan, dan kami sepakat bahwa kami semua akan menunggu di perbatasan dan mempersilahkan ikhwan lainnya untuk masuk ke wilayah Baduy Dalam. Namun, sesampainya di perbatasan ternyata kami berlima diputuskan untuk tetap masuk untuk menginap di Baduy Dalam oleh Panitia karena memang sudah terdaftar sebelumnya. Lalu berangkatlah kami Kafilah-1 yang berjumlah 50 orang menuju Baduy Dalam. Setelah menempuh perjalanan kaki naik turun bukit lebih kurang 1 (satu) jam, sampailah kami di Bumi Baduy menjelang Maghrib tiba. Saat memasuki kampung ini, kampung terkesan sepi, rumah-rumah banyak yang tertutup bahkan terkesan tak berpenghuni, hanya terdapat beberapa anak-anak Baduy yang duduk di depan rumah sambil menatap kami dengan polos. Kami pun terus masuk ke dalam melewati celah-celah rumah, di bawah atap-atap teras rumah yang terbuat dari daun kelapa yang dikeringkan. Terdapat juga beberapa rumah yang sudah dihuni oleh wisatawan yang kebanyakan para wanita. Mereka duduk-duduk di teras (sorosoan), mereka menyapa kami, namun terkesan sangat berisik, berbeda kontras dengan warga Baduy yang kebanyakan diam.
Rombongan terus berjalan menyusuri rumah-rumah, dan sesampainya di tengah kampung, kami disambut oleh Jaro dan diatur untuk ditempatkan di dalam rumah-rumah yang sudah disediakan. Dengan cekatan Jaro berserta 2 orang pembantunya mengatur dan mengantarkan, "Silahkan, bisa 10 atau 20 orang, apakah cukup?", begitu ujarnya sesekali berbahasa Indonesia, sesekali mereka berbisik-bisik, tampak kecemasan dari mereka kalau-kalau masih ada rombongan yang belum mendapatkan rumah. Ternyata tidak seperti dugaan semula bahwa untuk menginap hanya dibatasi hanya 50 orang, namun ternyata boleh lebih, bahkan setelah kami sampaikan bahwa masih ada orang yang tinggal di perbatasan, mereka terkejut dan menawarkan untuk dijemput.
Jadilah akhirnya rombongan tersebar di beberapa rumah, ada yang berjumlah 5 orang ada juga yang 10 orang atau lebih, tidak kebetulan kami dari ikhwan Panongan akhirnya terkumpul dalam satu rumah. Setelah kami semua menaruh perbekalan, selanjutnya kami menuju sungai/kali untuk membersihkan diri, ada yang mandi, ada juga yang hanya sekedar membersihkan sebagian badannya, berwudhu dan bersiap melaksanakan ibadah amaliyah di masing-masing rumah, yaitu; sholat maghrib berjamaah, dzikir, khotaman, sholat-sholat sunnah, sampai dengan sholat isya' berjamaah, ba'diyah isya', dzikir, sholat sunnah lidaf'il bala'i, dan khotaman, lalu bermushofahah.
Alhamdulillaah, seluruh rangkaian amaliyah yang kami laksanakan ditonton/dilihat oleh tuan rumah, tuan rumah yang kami tempati ialah sepasang suami-istri muda yang belum mempunyai anak keturunan dan seorang kakak laki-laki dari sang suami, mereka bertiga melihat aktivitas ibadah yang kami lakukan, tak jarang mereka berdua berbisik-bisik, demikian juga istrinya yang sedang menyulut api dan memasak sesuatu di tungku, terkadang juga sambil duduk di belakang kami, dengan suara lirih sesekali terdengar, ikut menimpali percakapan suaminya yang bernama Hatak dan kakaknya yang bernama Jamak, mereka terlihat sangat akrab satu sama lain. Mungkin juga bagi mereka aktivitas ibadah kami bukanlah sesuatu yang berharga, atau mungkin mereka juga heran dengan sholat kami dan dzikir kami, sebab mereka sendiri telah memiliki keyakinan dan tata cara ibadahnya sendiri. Dalam hatiku berbisik, "Oh beginilah tantangan dakwah para Wali Songo, dimana mereka datang ke Nusantara menyebarkan ajaran Islam, sedang di Nusantara sendiri sudah memiliki agama dan kepercayaan, seperti Hindu, Budha, Kejawen, Wiwitan, dll. Diajak sholat mereka sudah sembahyang, dikenlakalkan Alloh mereka sudah punya Tuhan, dikenalkan Nabi mereka sudah punya Nabi, dikenalkan Mursyid mereka sudah punya Pu'un, dll".
Selesai amaliyah, dengan cekatan kang Hatak mengambil posisi duduk menghadap kami, sejenak kemudian ia pun menawarkan kepada kami berlima untuk makan seraya mengeluarkan bakul yang penuh dengan nasi dan sepiring ikan asin. Di atas bakul nasi terdapat daun pisang yang digunakan untuk mencengkam nasi ke daun pisang yang digunakan sebagai piring (meskipun mereka juga menyediakan piring beling). Akhirnya ikhwan makan bersama, sedang saya tidak, karena memang belum terasa lapar. Tuan rumah juga ikut makan, sedang istrinya makan sendiri di kamar yang juga dijadikan dapur (tungku). Tidak ada lauk selain ikan asin, tidak ada garam, cabai, tomat, apalagi sambal.
Selesai makan kami melanjutkan percakapan. Banyak hal yang kami tanyakan, semuanya dijawab dengan baik oleh Hatak. Dia benar-benar melayani dengan sepenuh hati, tidak ada satu pun pertanyaan dari kami yang tidak dijawab, meskipun terkadang karena keingintahuan kami bertanya berbarengan, sehingga ia terlihat bingung mana dulu yang harus dijawab, namun perlahan tapi pasti semuanya dijawab dengan jujur, jauh sekali dari kesan sifat munafik atau politis, semua jawaban polos dan jujur.
Ditengah-tengah percakapan, ada seorang ikhwan yang ingin buang hajat, yang mengharuskannya ke 'kali', dengan sigap tuan rumah berdiri menawarkan diri untuk mengantarkan ke 'kali'. Ternyata ikhwan lainnya juga mau ikut. Tinggallah saya sendiri yang bingung, sebab di dalam rumah hanya ada istri Hatak, melihat itu Hatak meyakinkan saya, ia berkata, "Bapak tidak apa-apa tidak ikut, di rumah saja tidak apa-apa", katanya. Tapi akhirnya untuk menjaga dari hal-hal yang tidak baik, saya putuskan untuk menyusul rombongan yang masih terlihat di ujung kampung, saya berlari kecil di atas tumpukan bebatuan dengan bertelanjang kaki sambil berteriak kecil memanggil, mereka pun akhirnya menunggu saya. Lalu kami menuju ke kali bersama-sama menyusuri jalan yang penuh dengan bebatuan dibawah keremangan cahaya lampu senter yang kami bawa.
Sepulang dari 'kali' kami pun melanjutkan obrolan. Terlihat dan terkesan bahwa orang Baduy memiliki kerahmah-tamahan, disiplin, jujur, sama sekali tak terlihat ada gurat-gurat kemarahan. Sehingga saya pun tertarik bertanya, "Apakah sesama saudara pernah ribut atau berantem?", dijawab, "Tidak". Betul, mereka sungguh santun, jauh sekali dari sifat kasar. Tidak seperti kebanyakan orang di luar sana, yang penuh dengan amarah dan kata-kata kotor, termasuk saya ini. Sepanjang malam tak terdengar suara pertengkaran ataupun teriakan anak-anak. Semuanya hening dan syahdu. Di sela-sela obrolan, kami pun sempat bertanya, "Apa yang menjadi agama mereka?", dijawab oleh Hatak, "Agama kami adalah kepercayaan Sunda Wiwitan, Nabi kami adalah Adam, pemimpin kami adalah Pu'un. Kami tidak pernah sekolah, hanya diajari adat oleh orang tua kami. Kami tidak berani untuk melanggar aturan adat, kalau sampai melanggar maka akan muncul rasa menyesal selamanya", begitu ia memaparkan.
Itulah makanya, saya tetap menahan diri untuk tidak berfoto bersama, ketika saya mencoba beberapa kali mohon izin untuk berfoto bersama di dalam rumahnya, ia tetap dengan lembut namun tegas mengatakan, "Tidak boleh", itu tentu atas perintah Pu'un mereka. Walaupun pada keesokan harinya, ada ikhwan yang baru datang, setengah memaksa mengajak mereka berfoto di dalam rumahnya, saya tetap menahan diri untuk tidak ikut difoto bersama tuan rumah meskipun mereka tidak menolaknya, kecuali di luar rumah dengan warga Baduy lainnya. Sebenarnya mereka hanya memperbolehkan ambil gambar di luar kampung, diperbatasan. Namun untuk rombongan kami ikhwan TQN Pondok Pesantren Suryalaya wilayah Banten mereka memperbolehkan di Huma lokasi Manaqib.
Memang demikianlah, mereka tidak pernah menolak suatu permintaan. Termasuk ketika disela-sela perbincangan, Hatak menunjukkan dua buah Bedoq (Golok) yang merupakan pakaiannya sehari-hari, ketika awalnya saya tanya, "Apakah golok ini dijual?". "Tidak, silahkan beli di Baduy luar", katanya. Namun, setelah berbincang panjang, ketika ingin rebahan dan golok akan disimpan, kembali saya meminta agar golok tersebut bisa diberikan kepada saya sebagai kenang-kenangan. Saya katakan, "Bahwa saya ingin golok yang dari tangan orang Baduy Dalam, bukan beli golok yang didagangkan". Hatak menatap saya, lalu sambil tersenyum ia menganggukkan kepalanya tanda ia setuju, lalu saya tanya, "Berapa harganya?". Dengan senyum dia menjawab, "150 ribu, tapi 100 ribu saja sama Bapak". Alhamdulillaah, akhirnya saya juga membeli beberapa kerajinan Baduy, seperti Koja dan Langkan Putih yang merupakan ciri khas Baduy Dalam dengan tidak ada satupun barang yang saya tawar harganya.
Demikianlah gambaran singkat dari orang Baduy Dalam, mereka juga tidak berternak Sapi dan Kambing, bahkan mereka tidak boleh memakan daging Kambing sampai sekarang. Dalam hal pernikahan, mereka kebanyakan dijodohkan oleh orang tuanya sesama orang Baduy Dalam, bisa satu kampung Cikeusik, atau dengan kampung Baduy Dalam lainnya, yaitu kampung Cibeo dan kampung Cikertawarna. Karena ternyata Baduy Dalam itu terdiri dari tiga kampung, dan kampung Cikeusik adalah kampung yang tertua. Warga Baduy Dalam tidak boleh menikah dengan orang luar, kalaupun terjadi maka ia harus keluar dari Baduy Dalam dan tidak lagi diakui sebagai orang Baduy Dalam, meskipun itu sangat sulit bisa terjadi.
Tak terasa saking asik berbincang, malam semakin larut, saya pun sudah bersiap untuk merentangkan tubuh, tiba- tiba ada suara dari luar yang memberitahukan bahwa barusan ada warga Baduy yang meninggal. Saya pun bergegas keluar, bersama dengan salah seorang Wakil Talqin kami meluncur ke kediaman yang terkena musibah walau hanya berdiri di depan rumah. Terdengar suara tangisan pilu yang menyayat hati, sementara warga Baduy berkerumun di dalam rumah sampai ke teras rumah, mereka hanya duduk dan diam. Kami pun demikian hanya diam menatap jauh di dalam lubuk hati, muncul rasa iba dan kasihan dengan orang Baduy yang karena keluguannya, mereka tidak mengenal ajaran Islam, agama samawi yang diturunkan oleh Alloh SWT. sebagai petunjuk bagi manusia dan pembeda antara yang hak dan yang batil. Ditengah lamunanku, tiba-tiba ada suara halus menyapaku, "Eh bapak kesini juga", spontan saya menoleh, tenyata Hatak yang menyapaku. "Iya, barangkali bisa meringankan", jawabku. "Sudah, Bapak pulang saja istirahat, tidak apa-apa", katanya sembari mengantarkan kami pulang ke rumah.
Kali ini aku benar-benar merebahkan punggung untuk tidur, masih terdengar sayup-sayup suara tangisan memecah keheningan malam, sesekali terdengar lolongan anjing menggonggong, memang dengan suasana di kampung yang sunyi dan temaram seperti ini, malam terasa cepat larut, kemudian kami pun tertidur. Tengah malam aku terbangun, karena mendengar percakapan dua orang ikhwan dengan Hatak dan Jamak, ternyata mereka masih belum tidur, aku melihat jam di tanganku menunjukkan pukul setengah satu. Terasa damai, cuaca sejuk dan tidak ada nyamuk membuatku tertidur kembali. Menjelang dini hari aku terbangun, kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 03 dini hari. Kuambil dua gelas air aqua, kemudian aku keluar, tak satupun terlihat ada orang di luar, diteras aku mengambil air wudhu dari gelas aqua, belum selesai terdengar rombongan di rumah sebelah keluar dengan membawa senter untuk ke kali, dan aku pun akhirnya ikut ke Kali.
Sepulang dari Kali aku bergegas melaksanakan qiyamul lail sambil menunggu waktu shubuh tiba. Kamipun kembali berjamaah sholat shubuh, selesai dzikir kemudian tawajuh menunggu waktu isro' tiba, setelah isro', istiadzah, istikhoroh dan isti'anah, lalu lanjut dengan sholat dhuha. Jam sudah menunjukkan pukul 07 pagi, kami pun bermushofahah. Melihat rangkaian ibadah amailyah yang kami lakukan sudah selesai, kembali Hatak mempersilahkan kami untuk sarapan yang sudah disiapkan dengan menu yang sama yaitu nasi sebakul dan sepiring ikan asin. Sedang aku sendiri sejak siang sampai dengan pagi ini tidak terasa lapar sehingga aku tidak ikut makan, melainkan hanya makan sebuah roti tawar yang aku bawa.
Menjelang jam 08 pagi, kamipun bergegas menuju Huma lokasi yang akan diadakan manaqiban. Menyusuri jalan yang berada di belakang kampung dengan hutan lebat, setelah melalui jalanan yang menanjak bukit, sampailah kami di lokasi huma, dimana di sana telah menunggu Oyot Jaro masyarakat Baduy. Setelah kumpul kami pun mulai melaksanakan amaliyah manaqib yang dihadiri oleh kurang lebih 145 orang. Selesai manaqib kami semua kembali ke kampung untuk makan siang dan beramah tamah dengan masyarakat Baduy, terutama kafilah-2 yang belum berinteraksi dengan masyarakat Baduy. Saat interaksi dengan masyakat Baduy inilah, entah mengapa aku merasa menjadi tuan rumah, membantu mengawasi dagangan kerajinan orang Baduy agar tidak hilang. Banyak yang melihat dagangan, ada yang membeli ada yang cuma melihat-lihat. Ada juga yang karena ketidaktahuannya setengah memaksa untuk memiliki barang pribadi yang dipakai oleh warga Baduy. Terlihat jelas sebuah ketamakan, keserakahan nafsu, juga sebaliknya juga juga terlihat keindahan akhlak, kesemuanya dipertontonkan, seperti beberapa ikhwan dan akhwat yang dengan penuh perhatian memberikan hadiah berupa uang dan makanan kepada masyarakat Baduy, "Ini ada uang mohon diterima, khawatir yang lain lupa", ujar seorang ibu-ibu tua kepada salah seorang istri warga Baduy. Alhamdulillaah, mata ini diperlihatkan oleh-Nya sehingga mampu melihat bermacam-macam peristiwa, yang kesemuanya mengandung pelajaran yang berharga.
Saya memaknai perjalanan ini adalah bagian dari proses belajar disamping berdakwah. Sebagaiman Firman Alloh SWT. :
Yaa ayyuhannaasu, innaakholaqnaakum min dazakin wa untsaa. Waja'alnaakum syubuuan wa qobaa ila lita'aarofuu. Innaa akroomakum indallohi atqookum. Innalloha haliimun khobiirun
Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.

Yah, adanya perbedaan suku dan bangsa, ada yang berbadan besar dan kecil, ada kulitnya putih ada yang hitam, rambut yang lurus dan rambut keriting, bahasa yang bemacam-macam, geografi yang berlainan, kesemuanya itu agar kita saling mengenal satu sama lainnya. Mengenal dalam arti kita saling menyapa, memahami adat-istiadat, keperibadian, budaya kehidupan sehari-hari untuk salaing belajar. Namun yang lebih mulia di Sisi Alloh ialah orang yang paling bertaqwa diantara manusia. Taqwa itu karena sudah ada iman di dalam dada. "Attaqwa hahuna" (Taqwa itu di sini). Orang-orang yang bertaqwa lah yang menjadi sebaik-baik golongan atau umat, sebagaimana Firman Alloh SWT. :
Kuntum khoiru ummatin ukhrijat linnaasi, ta'muruuna bil ma'ruuf wa tanhauna 'anilmunkari wa tu'minu billaahi.
Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Alloh.

Boleh jadi orang sudah beramal ma'ruf dan bernahi munkar, tetapi ia tidak beriman kepada Alloh, sebaliknya ia sudah beriman kepada Alloh akan tetapi masih belum tampak yang ma'ruf dan juga tidak mencegah dari yang munkar. Sehingga kita belum bisa dikategorikan sebagai umat yang terbaik di antara umat di dunia ini. Islam tidaklah hanya sekedar ajaran Tauhid, tetapi juga menyangkut masalah syariat dan ihsan. Ketiga-tiganya harus tampil di dalam diri seorang mu'min yang sejati. Ihsan adalah akhlak, yaitu akhlak kepada Alloh, akhlak kepada sesama manusia, dan akhlaq kepada lingkungan. Akhlak kepada Alloh (Hablumminalloh), yaitu semua rangkaian aktivitas ibadah vertikal menyembah Alloh seakan-akan melihat-Nya, jika tidak mampu melihat maka engkau dilihat oleh-Nya. Akhlak kepada sesama manusia (Hablumminannaas), yaitu hubungan baik dengan sesama manusia. Hidup rukun dan damai, salaing harga menghargai, hormat menghormati, bergotong royong, tidak timbul kekecewaan dan keretakan, tetapi janganlah ikut campur. Akhlak kepada lingkungan, yaitu menjaga alam sebagai anugerah Alloh, tidak merusak.
Sebagaimana Firman Alloh SWT. :
Tusabbihuu lahussamaa waatissab'u wal ardhu. Wa inmin syai-in yusabbihuu bihamdihii. Walaa killaa tafqohuuna tasbiihahum. Innahuu kaana haliiman ghofuuron.
Tujuh petaka langit, bumi dan apa yang ada di dalamnya bertasbih kepada Alloh. Tidak ada sesuatupun kecuali bertasbih dengan memuji-Nya. Tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Alloh Maha penyantun lagi Maha Pengampun.

Pendek kata, akhlak yang baik itu ialah, Alloh hadir di setiap aktivitas perbuatan kita, baik saat beribadah kepada Alloh maupun saat sedang bermu'amalah kepada sesama manusia dan lingkungan. Sabda Rosululloh Saw. "Sebaik-baik umatku ialah yang paling baik akhlaknya". Dan orang yang paling sempurna akhlaknya ialah Nabi Muhammad Saw. 
Firman Alloh SWT. :
"Wainnaka khuluqul 'azhiim"
Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi pekerti yag agung

Maka kalau ingin mencontoh akhlak yang baik ialah, contohlah akhlak Rosululooh Saw. Sebagaimana Firman AllohSWT. :
"Laqodkaana lakum fii rosuulillaahi ustwatun hasanah. Laman kaana yarjulloha wal yaumil aakhiro wadzaakarolloha katsiiron"
Sungguh pada diri Rosululloh itu terdapat suri tauladan yang baik, bagi orang yang senantiasa menggantungkan diri kepada Alloh dan percaya pada hari akhir dan dia banyak menyebut Alloh.

Mencontoh Rosululloh Saw. itu tidak hanya sekedar informasi, akan tetapi harus disertai dengan praktek. Kita butuh Figur yang sudah mencontoh Rosul, yaitu orang yang melihat Rosul, dan orang yang melihat orang yang melihat Rosul, dan orang yang melihat orang yang melihat orang yang melihat Rosul, terus hingga sampai dengan sekarang. Siapakah mereka? Mereka ialah; Sahabat, Tabi'in, Tabi'it Tabi'in dan seterusnya sampai kepada khalifah yang mursyid. Alhamdulillaah, kita sudah mendapatkan seorang Guru yang Mursyid, yang senantiasa membimbing kita secara dhohir dan batin untuk wushul kepada Alloh. Karena hanya orang yang mendapat petunjuklah yang dapat bertemu dengan Mursyid.
Sebagaiman Firman-Nya :
Man yahdhillaahu fa huwal muhtadi, waman yudhlil falan tajida lahuu walyan mursyidan
Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Alloh maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barang siapa yang disesatkan-Nya maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberikan petunjuk kepadanya.

Catatan singkat di Bumi Baduy Dalam, 9-10 September 2017
Mahmud J. Al Maghribaen"TEMALAM DI BUMI BADUY DALAM"

Idul Fitri adalah Talqin Dzikir

Written By Mahmud J. Al Maghribi on Senin, 24 Juli 2017 | 22.01

Mengucapkan Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Batin, bukanlah perkara yang bid'ah sebagaimana dituduhkan, melainkan ucapan itu adalah do'a, tidak ada salahnya berdo'a.
Kata Idul Fitri, ada yang mengartikannya hanyalah sebatas bahasa :

Aada, ya'uudu, 'id = Kembali
Afthoro, yufthiru, fitri = Berbuka

Berdasarkan pemahaman ini maka dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Idul Fitri itu artinya Kembali Berhari Raya, yaitu berbuka tidak lagi puasa. Pemahaman seperti ini tidaklah salah, akan tetapi sangat dangkal.

Adapun pemahaman yang kedua adalah Idul Fitri itu artinya Kembali Fitrah. Dan pemahaman seperti inilah yang banyak diyakini oleh umat Islam di Indonesia. Sebagaimana sabda Rosululloh Saw. "Kullu maulidin yuuladu 'alal fithroti. Fa abaawahu yuhawwida nihi, yunash shiro nihi, au yumaj jisa nihi". (Setiap bayi dilahirkan atas dasar fithrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashroni atau Majusi).
Fitrah juga disebut Islam sebagaimana Alloh Swt. Berfirman QS. Ar Ruum:30, "Fa aqim wajhaka liddiini haniifan. Fithrotallohil latii fataronnaasa 'alaiha. Laa tabdhiila li kholqillaah, dzaalikad diinul qoyyimu walaa kinna aktsaron naasi laa ta'lamuuna". (Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui).
Demikianlah dijelaskan bahwa manusia sesungguhnya fitrah (suci), sebelum ia dilahirkan ia telah Berjanji untuk patuh dan tunduk kepada Alloh sebagaimana Firman Alloh dalam QS. Al 'A'raff:172, "Wa idz akhoda robbuka min banii aadama min zhuhuurihim dzurriy yatahum wa asyhadahum 'alaa anfusihim. Alastu birobbikum. Qooluu balaa syahidna. Anta quulu yaumal qiyaamati inaa kunna haadzaa ghoofiliina". (Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Namun ketika manusia terlahir ke dunia kemudian ia menekuni kehidupan dunia, maka ia lupa kepada janjinya kepada Alloh, ia ingkar (kufur) kepada Alloh. Ia terlena dengan kehidupan dunia, ia sibuk mengejar dunia, padahal sesungguhnya ia seperti mengejar bayang-bayang (makin dikejar ia lari) atau ibarat meminum air di laut (semakin diminum semakin haus), itulah kehidupan dunia.
Demikianlah, maka setelah ditempa melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh di bilan Romadhon, diharapkan ia akan kembali suci seperti bayi baru dilahirkan. Itulah makna Minal 'Aidinal Faaizin. Sebagai mana Sabda Rosululloh Saw. Dari Salamah bin Abdurahman bin Auf, ayahku berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Allah SWT telah mewajibkan ibadah puasa Ramadhan, dan disunahkan untuk melakukan salat sunah, maka barang siapa mengerjakannya karena iman dan melakukan intropeksi, makan dia keluar dari dosa dosanya seperti bayi yang baru dilahirkan".
Minal Aidin artinya Kembali, kembali kemana? Tentu bukan kembali berhari raya sebagimana pendapat pertama tadi, akan tetapi yang dimaksud adalah Kembali mengingat Perjanjian kita kepada Alloh setelah kita tersesat, yaitu Bertobat kepada Alloh dengan melaksanakan janji kita untuk taat kepada Alloh, "Innalladziina yubaayi'uunaka innamaa yubaayi'uunalloh yadullohi fauqo aidiihim. Faman nakatsa fainnama yan qusu'alaa nafsihii, waman aufaa bimaa aahada alaihulloh fasyau' tiihi ajron 'azhiima". (Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar).

Bagaiaman caranya agar kembali kepada Alloh? 
Caranya adalah dengan bertobat, bertaqwa dengan bertauhid kepada Alloh. 
Alloh Swt. Berfirman dalam QS. Ar Ruum:31, "Muniibiina ilaihi wattaquuhu wa aqiimush sholaata, walaa takuunu minal musrikiina". (Dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakan sholat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Alloh).

Bapak-bapak hadirin yang berbahagia, tobat itu butuh usaha gak? Tentu saja butuh! Kalau begitu bisa gak orang bertobat sendiri, tanpa belajar? 
Ketika orang bertobat tentu ia akan Belajar kembali kepada tuntunan Alloh. Belajar itulah yang disebut Datang kepada orang yang Telah Kembali. Alloh Swt. Berfirman dalam QS. An Nisa:64, "Wamaa arsalnaa min rosuulin illaa liyu thoo'a bi idznillaah. Walau annahum idz zholamuu anfusahum jaa- uka fastaghfarulloha was taghfaro lahumur rosuulu lawa jadulloha tawaabar rohiima". (Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang).

Maka dari itu datangi pengajian, belajar, cari guru yang akan membimbing kita. "Wattabi' sabiila man anaaba ilayya" (Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-ku). (QS. Luqman:15).
Orang yang telah kembali yang harus kita ikuti, itulah Mursyid. Sehingga Orang yang mengikuti Mursyid itulah disebut orang yang bertobat dan mendapat petunjuk Alloh. "Man yahdhillaahu fahuwal muhtadi, waman yudhlil falan tajidalahuu waliyyan mursyiida" (Barangsiapa yang mendapatkan petunjuk maka ialah yang mendapat petunjuk. Barangsiapa yang disesatkan oleh Alloh maka ia tidak akan mendapatkan orang yang memapu memberi petunjuk kepadanya". QS. Al Kahfi:17.

Kemudian Wal Faaizin, artinya Menang.
Di dalam Surat Al Hasyr:18-20, "Yaa ayyuhalladziina aamanut taqulloha wal tan zhur nafsummaa qoddamat lighod. Wattaqulloh innalloha khobiirun bimaa ta'maluuna. Wala takuunuukal ladziina nasulloha fa ansaahum an fusahum. Ulaa ika humul faasikuuna. Laa yastawii ash haabunnaari wa ash haabul jannati. Ash haabul jannati humul faaizuuna". (Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Alloh. Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok. Bertaqwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang kamu perbuat. Dan janganlah kalian seperti orang yang lupa kepada Alloh, lalu Alloh membuat mereka lupa pada dirinya, mereka itulah orang-orang yang fasik. Tidaklah sama penghuni neraka dengan penghuni surga, penghuni surga itulah orang yang menang (beruntung).

Jalan taqwa itulah jalan Mursyid, mengapa? Karena Mursyidlah yang menunjukan letak taqwa itu dimana? "At Taqwa haahuna" (Taqwa itu di sini/qolbu). "Alaa inna fil jasaadi mudhghoh, idzaa sholuhat, sholuhal jasadu kulluhu, wa idzaa fasadat, fasadal jasadu kulluhu, 'alaa wahiyal qolbu". Hatinya baik maka baiklah seluruh jasadnya. Sehingga orang yang Baik itulah orang yang Taqwa. Orang yang taqwa ialah orang yang selalu Mengingat Alloh, baik secara Jahar (Nyata) maupun Khofi (sembunyi) Alloh mengetahuinya. Dengan dzikirnya itulah ia senantiasa Muhasabah (introspeksi) sehingga ia selalu merasa bersama (dilihat) Alloh (Muroqobah). Sebaliknya orang yang Lupa kepada Alloh itulah orang yang Fasik.
Nah itulah mengapa pengersa Abah Aos mengatakan, Idul Fitri itu adalah Talqin Dzikir, yaitu untuk mengingat kembali kepada Alloh. Tidak akan Idul Fitri kalau tidak ditalqin. Sama halnya tidak ketemu lay latul qodar kalau tidak ditalqin dzikir.
Man qoola Laa Ilaaha Illaloh dakholal jannah (Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh pasti masuk surga). Orang yang masuk surga itulah orang yang Faaiz (menang).

Mahmud J. Al Maghribaen
Manaqib MTQN Panongan, 23 Juli 2017

JANJI ALLOH ADALAH PASTI BUKAN INSYA ALLOH

Written By Mahmud J. Al Maghribi on Rabu, 22 Februari 2017 | 23.37

JANJI ALLOH ADALAH PASTI BUKAN INSYA ALLOH
Sejak akhir bulan Januari saya memang sangat suka dan sering sekali menceritakan Manqobah ke 15. Bukan kebetulan kalau Abah juga mengeluarkan Maklumat agar membaca Manqobah ini sebanyak 15 kali manaqib.
Ada seorang Sahabat saya ketika saya sampaikan hadits "Man qoola Laa Ilaaha Illalloh dakholatul jannah" (Barang siapa mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh Pasti masuk Surga). Saya katakan "PASTI", tapi Sahabat saya menjawab "Insya Alloh".
Lalu saya sampaikan Firman Alloh: "Innalloohas taroo minal mukminiina anfusahum wa amwalahum bi 'anna lahumul jannah".
Kemudian saya tanya, ayat tersebut menurut Bapak Insya Alloh atau Pasti. Beliau jawab, "Insya Alloh". Lalu saya sampaikan kembali Firman Alloh: "Waman aufa bi'ahdihii minallooh?"
Inilah sekelumit cerita tentang perjalanan Thoriqoh, seeorang tidak akan sampai ke tingkat "Haqqul yaqin" kepada Alloh jika tidak "Haqqul yaqin" kepada Guru Mursyid.
Diceritakan seorang Murid perempuan yg berprofesi sebagai Nelayan pergi melaut sambil membawa anaknya. Namun malang, anaknya tenggelam ke dasar laut. Perempuan itu adalah seorang murid yang sudah Haqqul yakin kepada Gurunya. Mendapat musibah tersebut, ia tidak datang ke Tim Sar tapi datang ke Gurunya, yakin bahwa Gurunya mampu mengembalikan anaknya yang tenggelam. "Wahai Guruku yang Agung, engkau mampu menghidupkan kembali anakku yang tenggelam".
Seorang Guru yang bertanggung jawab Dunia Akhirat terhadap muridnya, per detik langsung memenuhi hajat muridnya, tidak sempat untuk berfikir, dia langsung mengambil tanggung jawab itu. "Baik, pulanglah anakmu sudah di rumah". Seorang murid yang haqqul yakin juga tidak sempat berfikir, langsung pulang. Namun sesampainya di rumah anaknya belum ada. Dia lantas kembali lagi kepada Gurunya, sedikitpun tidak terlintas keraguan, kembali dia mengadukan, "Wahai Guru Agungku, anakku belum ada". Kembali Gurunya menyanggupi hajat muridnya, "Pulanglah, sekarang sudah ada". Dengan patuh ia pun kembali, namun anaknya masih belum ada. Hal tersebut tidaklah menggoyahkan keyakinannya, kembali ia datang ke Gurunya dan mengadukan, "Masih belum ada". Lalu Gurunya menunduk sejenak, "Sekarang pulanglah, pasti anakmu sudah di rumah".
Bersabda Tuan Syekh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul, Qs. "Manqobah itu juga berlaku terhadap Syekh yang ada ditengah-tengah kita sekarang".
Suatu ketika, saya mempunyai hajat namun sulit, sejak pagi sampai waktu maghrib belum ada solusinya, ternyata saya seharian lupa kepada Guru Agungku pengersa Abah Aos. Menjelang waktu 'Isya saya robithoh, mengadukan masalahku kepada beliau, "Abah, saya mempunyai hajat, namun saya tidak yakin apakah saya mampu untuk mewujudkannya". Seketika, nampak jelas (ebreh-ebreh) 'ceto welo-welo' (meminjam istilah Abah Dahlan Iskan), kata Abah, "Mau, ambil".
Alhamdulillaah, seketika juga akhirnya aku mampu meraih apa yang menjadi hajatku. Baru kemudian aku teringat bahwa pengersa Abah pernah menyampaikan sebuah hadits Qudsi, "Annalloohu laa ilaaha illaa ana, aquulu lisyai'i kun fayakun. Athi'ni aj'aluka taquulu lisyai'i kun fayakun". (Aku adalah Alloh, tiada Tuhan selain Aku, jika Aku menginginkan sesuatu itu Jadi maka Jadilah sesuatu. Taatlah kamu kepada Ku, jika kamu ingin sesuatu Jadi maka Jadilah sesuatu).
Kata Guruku, "Jika kamu mau, ambillah". Itulah Guru Agung yang tidak akan pernah menolak semua hajat murid-muridnya. Kun (ada) Fayakun (maka ada). Artinya, semua itu sudah ada, Alloh sudah mempersiapkan segala kebutuhan hamba-hambaNya. Kalau hambaNya taat maka Alloh akan mewujudkan apa saja yang ingin ia ingin wujudkan (memenuhi segala kebutuhannya).
Itulah makna dari Surga yang telah dijanjikan oleh Alloh, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya". (QS. Al Bayyinah : 7-8).
Dan siapakah yang lebih menepati janji selain dari pada Alloh? Janji Alloh itu Pasti, bahkan sudah. Sabda pengersa Abah, "Surga itu sekarang, bukan nanti. Bahagia itu sekarang, bukan nanti. Yang mau kaya datang ke Sini, yang mau sehat datang ke Sini".
Alhamdulillaah... terima kasih Abah... sepenuh langit dan bumi.. Surga adalah selalu bersama Mu di Sini..
(Tafakur Pecinta Kesucian Jiwa).
Mahmud J al-Maghribaen, 23-2-2017
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. UNTAIAN MUTIARA TQN SURYALAYA - SIRNARASA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger