Abuya Dimyati |
Saya berangkat berlima bersama dengan Ustad (guru ngaji saya), sesampainya di sana kami menunggu di salah satu kamar santri, saya memutar pandangan ke sekitar, terlihat gerumunan santri-santri di sudut-sudut pondok, sepertinya mereka sedang menghapal Al Qur'an, tiba-tiba ustad saya berbisik " coba lihat kitab yang ada dicelah dinding itu, kitab itu salah satu kajian di perguruan tinggi (ustad saya lulusan IAIN Syarif Hidayatullah), sementara disini merupakan kitab kajian dasar bagi para santri " katanya.
Kemudian setelah memasuki waktu dhuhur, kami diberitahu penduduk sekitar pesantren, "Kalau mau shalat, diatas, disana ada Masjid, tapi kalau mau berjama'ah dengan Buya, tunggu di Madrasah". Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu di madrasah bersama dengan jama'ah yang lain. Suasana hening di dalam madrasah, tak satupun jama'ah yang berbincang-bincang, terasa lama sekali karena yang ditunggu-tunggu tak kunjung keluar. Sekali lagi saya memutar pandangan disekitar madrasah, saya melihat banyak sekali kitab-kitab kuning, menurut informasi teman saya, kitab-kitab tersebut konon langsung dikirim dari Baghdad, Iraq.
Setelah berjam-jam menunggu, akhirnya sekitar jam 14.15 WIB, beliau keluar dari ruangan bagian dalam, ketika pertama melihat beliau saya sangat ta'jub (terpukau) dengan kharisma yang beliau miliki, wajah yang tampan, dengan cambang dan ujung rambutnya yang halus putih keemasan. Ketika itu beliau memakai sorban yang dililitkan di kepala, entah kenapa tak terasa muncul perasaan gentar (takut). Terdengar suara pelan dari salah seorang jamaah mengucapkan "laahaw lawalaa quwwata illaa billaahil 'aliyil 'adhim" berulang-ulang kali, sepertinya perasaan gentar juga dirasakan oleh jama'ah yang lain. Pada saat itu saya langsung ingat kepada Allah SWT, terlintas dalam benak saya "seorang hamba saja bisa bisa mempunyai wibawa seperti ini, apalagi yang ia sembah".
Ketika keluar beliau langsung memukul kentongan, dan seketika itu terlihat seorang santri berlari memasuki madrasah, berdiri di pojok ruangan dan langsung mengumandangkan azdan. Selesai azdan, kami menunaikan shalat sunnah qobliyah dhuhur, saya melihat beliau melaksanakannya sebanyak 4 raka'at. Selesai shalat sunnah, beliau meminta jama'ah untuk mengambil tempat agak ke dalam, terdengar oleh saya gumaman beliau "nanti ditabrak", bener saja, selang beberapa detik setelah dikumandangkan iqomat, terdengar suara bergumuruh, ternyata berasal dari puluhan santri yang secara serentak memasuki madrasah.
Selanjutnya kami melaksanakan shalat dhuhur berjamaah, selesai shalat, saya perhatikan beliau membaca doa-doa (wiridan), kemudian shalat ba'diyah zhuhur empat rakaat, dan dilanjutkan dengan shalat Tasbih empat rakaat. Baru kemudian beliau menghadap kepada jama'ah, dan satu persatu jama'ah meminta doa kepada beliau. Sebelum memberikan doa beliau melihat (menyorot) wajah jama'ah terlebih dahulu. Setelah mendapat doa, kami berlima kembali duduk, tidak seperti jama'ah lainnya, yang langsung meninggalkan madrasah setelah mendapat doa. Melihat hanya tinggal kami berlima yang berada di dalam madrasah, beliau bergumam sambil mengerakkan tangan kanannya menyuruh kami segera meninggalkan madrasah, saya orang terakhir keluar, dan sempat mengucapkan salam yang langsung dijawab oleh beliau.
Perjalan dilanjutkan menuruni Cidahu menuju Cisantri untuk bersilaturahmi dengan buya Bustomi. Sesampainya di pesantren beliau, beliau sedang meng-imami shalat Ashar di Masjid, sehingga kami langsung ikut shalat berjama'ah. Kemudian pertemuan dilanjutkan di rumah beliau, dan ternyata banyak juga tamu yang datang dengan bermacam-macam keperluan. Saya memperhatikan tamu-tamu tersebut ada yang meminta obat karena anaknya sakit, ada yang hanya sekedar minta doa, ada yang minta doa khusus (hizib), bahkan ada yang minta supaya didoakan agar diangkat menjadi karyawan tetap, dll. Kesemuanya itu dilayani dan diberi jalan solusinya oleh beliau. Saat itu saya berpikir, " sepertinya segala masalah ada solusinya disini, di belakang rumah beliau ada gudang barangkali ", karena setelah mendengarkan keluhan dari jama'ah, beliau memanggil petugas di belakang dan meminta dibawakan sesuatu untuk orang tersebut. Oya, disini ustad saya membeli sebuah kitab Hadist, yang menurut pengakuannya " saya sudah bertahun-tahun mencari kitab ini, ternyata ketemu disini ", ujarnya.
Sepulangnya dari silaturahmi tersebut (khusunya buya Dimyati), semangat saya untuk beribadah tinggi sekali (jadi rajin) dan terasa nikmat sekali rasanya. Padahal saya tidak diberi wejangan atau ceramah oleh beliau. Hal seperti ini pernah juga saya alami ketika sebelumnya saya bertemu dengan seorang tokoh ulama yang berada di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kenapa yach..........?
Posting Komentar