Latest Post

Definisi Ulama

Written By Mahmud J. Al Maghribi on Rabu, 20 Oktober 2010 | 19.00

Ulama
Ulama ialah orang yang berilmu dan istiqomah dalam mengamalkannya. Walaupun orang tersebut hanya memiliki ilmu yang sedikit, kalau ia istiqomah mengamalkan maka ia dapat digolongkan ulama. Jadi seorang ulama tidak mesti Sarjana lulusan perguruan tinggi Islam misalnya, atau mesti tergabung dalam Majelis Ulama, atau mesti bergelar LC, DR, Drs, Kyai, Syaikh, dll.
Pernah dalam suatu kesempatan seorang Kyai menyampaikan : "Saya pernah melakukan perjalanan dari ujung Jawa Barat (Banten red) sampai dengan Ujung Madura, saya berkunjung dan berhenti di setiap tempat-tempat bersejarah yang ada di sepanjang tanah Jawa. Pada tempat-tempat tersebut hanya sedikit saya menemukan Kitab, bahkan dapat dihitung dengan jari. Artinya ulama-ulama terdahulu secara ilmiah mereka kurang, tetapi kenapa ulama-ulama tersebut mampu meng-islam-kan tanah jawa, bahkan Indonesia??? Kalau dibandingkan dengan ulama yang ada sekarang, yang ada di Jawa Barat saja tidak kurang dari 5000 ulama, tetapi kenapa untuk ‘mengatur’ umat yang sudah Islam saja susah (tidak bisa)??? apakah mereka kurang pintar??? Anda datang saja ke rumah seorang Ustad, anda akan menjumpai kitab-kitab mereka sampai lima lemari". (KH. Zezen Bazul Asyhab).
Pernah juga seorang ulama berkunjung ke Indonesia, beliau berkata : "Ulama di Indonesia banyak, tetapi yang ada ‘cahaya’ hanya sedikit, bahkan tak lebih dari jari-jari tangan saya. Ulama ibarat ‘lilin’, walaupun ‘lilin’ tersebut besar seperti pohon kelapa, kalau ia tidak bercahaya, maka ia tidak akan mampu untuk menyinari, sebaliknya walaupun "lilin" tersebut kecil namun ia hidup (bercahaya) maka ia akan mampu memberikan penerangan pada sekitarnya…" (Sayikh Nazim Al Haqqani).
Jadi dapatlah dikatakan bahwa, seseorang itu ulama manakala ia memiliki ilmu tentang agama, mampu menuntun orang ke jalan yang diridhoi Allah SWT, berakhlaq yang baik, sempurna lahirnya (cara berpakaian), menjaga perbuatan (menjalankan syariat), sempurna bathinnya (rendah hati, menghormati, pengasih, penyayang pada sesama), menjaga lisan (selalu bicara yang baik), dapat mencontohkan (bilhal).
Nah ketika seseorang yang kita temui memiliki kriteria tersebut maka ia-lah WAROSATUL AMBIYA (ulama penerus Nabi), terlepas apakah dia seorang dari ‘golongan’ sufi, atau bukan. Sabda rosullullah SAW " Sebaik-baiknya manusia ialah, apabila kamu melihat ia, maka akan ingat kepada Allah SWT, apabila kamu mendengar ia berbicara, maka akan menambah ilmu bagimu, dan apabila kamu melihat ia beribadah, maka akan gemarlah kamu akan akhirat". Wallaahu’alam bishshawab

Pengetahuan & Pemahaman

Ilustrasi
Betapa banyaknya musibah bencana yang melanda negeri kita yang tercinta ini, bahkan menurut sebuah keterangan pada tahun 2006 saja tidak kurang dari 145 musibah bencana yang terjadi di Indonesia. Belum lagi musibah bencana diawal tahun 2007 ini, sebut saja hilangnya Adam Air, tenggelamnya KM Senopati, banjir Jabodetabek, terbakar dan tenggelamnya Levina I, angin puting beliung Jogya, tanah longsor NTT, gempa di Sum-Bar, dll.
Ada pertanyaan besar yang ada di benak kita, kenapa kita tidak bisa memetik pelajaran dari semua kejadian itu?, apakah kita tidak mengetahui?
Kalau kita tidak mengetahui rasanya tidak mungkin, kita bisa lihat dari tayangan-tayangan di tv, kita bisa baca di koran-koran, bahkan musibah bencana yang pernah terjadi pada zaman terdahulu saja masih segar dalam ingatan kita, sebut saja tenggelamnya umat Nabi Nuh as, bencana yang menerpa kaum ‘ad, kaum tsamud, dll.
Lalu kenapa kita tidak bisa memetik pelajaran dari semua musibah bencana tersebut?
Itulah gambarannya kalau kita hanya mengetahui, memikirkan, dan memandang hanya dengan mengandalkan pola pikir kita. Otak kita ini sebenarnya hanya sekedar memori, atau menyerap ilmu pengetahuan lalu menyimpannya.
Coba perhatikan Firman Allah swt berikut ini :
"Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi" Al-Hajj:045
"maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada" Al-Hajj:046
Nah menyimak Firman Allah swt diatas, maka jelaslah bahwa bukan hanya sekedar mengetahui dan memikirkan, tetapi kita harus memahami, sekali lagi memahami, artinya kalau kata memahami haruslah dengan HATI, karena sesungguhnya bukanlah mata yang buta tapi yang buta, ialah hati di dalam dada.
Semoga kita semua dapat memahami dan mengambil hikmah dari musibah bencana yang terjadi dan semoga kita semua selalu mendapatkan lindungan-NYA, amin….
Wallahu’alam Bishshawab.

Ibadah "Satu Paket" (Lahir & Bathin)

Ilustrasi
Semua manusia dalam mengamalkan ajaran Islam haruslah ’satu paket’ (lahir & bathin) seperti yang telah diajarkan Rosullullah saw., Hakikat adalah syari’at itu sendiri (tidak ada hakikat tanpa melalui syari’at), lalu…siapa sebenarnya yang mempopulerkan atau yang menyebut orang yang mengamalkan ajaran Islam ’satu paket’ adalah ’sufi’ ?
Istilah ’sufi’ itu sebenarnya ungkapan untuk menggambarkan orang yang telah mengamalkan ajaran Islam secara ’satu paket’, jadi kalau ada orang yang mengamalkan ajaran Islam "satu paket’ maka ia-lah yang pantas disebut ’sufi’, siapapun dan dari golongan manapun ia.
Nah kalau begitu, koq berani-beraninya kita menyebut diri kita ’sufi’ ? padahal seorang ’sufi’ pun tidak diperbolehkan dan tidak akan pernah menyebut dirinya ’sufi’.
Ajaran ’sufi’ sebenarnya bukanlah membuat manhaj-manhaj baru, inilah pandangan yang keliru tentang ’sufi’, yang ada ialah, seseorang belajar kepada ulama agar dapat mengamalkan ajaran Islam itu secara ’satu paket’, artinya begini, seseorang yang ingin mengamalkan ajaran Islam ’satu paket’ (syari’at & hakikat) haruslah melalui para Ulama selaku penerus Nabi. Jadi orang yang belajar kepada ulama tersebut, bukan berarti mempelajari manhaj baru, tetapi dalam rangka belajar mengamalkan ajaran Islam ’satu paket’ (seperti yang diajarkan Rosullullah saw) lewat para ulama.
Mungkin ada yang mengatakan bahwa, kan sudah ada alquran & hadist untuk mempelajari Islam ’satu paket’ ? Benar, memang sudah ada alquran & hadist, tetapi untuk mempelajari alquran dan hadist tersebut, bukankah harus melalui ulama? (dosen juga ulama lho..), tidak ada jalan lain, karena hanya para ulama lah yang mengerti ajaran Islam ’satu paket’ yang diajarkan oleh Rosullullah saw. Tinggal masalahnya kepada ulama mana kita belajar untuk dapat mengamalkan ajaran Islam ’satu paket’ tersebut? Tentu kepada Ulama sebagai penerus Nabi, karena kita tahu bahwa tingkat kemampuan dan pemahaman para ulama juga berbeda-beda.
Pernah dalam suatu pengajian ada yang mengatakan, "kenapa kita harus mengikuti ulama yach, bukankah sudah ada Rosullullah saw.?" terus ada yang menjawab, "benar, tetapi pertanyaannya, apakah bisa kita mengikuti ibadahnya Rosullullah saw.? wong kita meniru ibadah ustad kita aja belum tentu mampu". (loh koq jadi begini yach ngomongnya…)
Intinya begini deh, mengamalkan ajaran Islam itu harus ’satu paket’. Untuk mendapat ’satu paket’, kita harus belajar..., terserah mau kepada siapa, banyak jalan, banyak cara, tinggal pilih. Eh, aku gak bilang harus ke ulama tertentu loh ! Oya, soal ibadah shalat misalnya, saat shalat kita harus khusu’, tuma’ninah, sesuai syarat dan rukunnya, kenapa??? karena kita saat itu sedang menghadap Allah swt, jadi kita jaga tingkah dan perilaku kita. Tetapi kenapa kalau sehabis shalat jamaah, selesai salam misalnya, kita koq jadi bebas bergerak, berbicara, terkadang malah tertawa terbahak-bahak, atau malah kita membicarakan orang lain??? Lho….bukankah kita tetap dilihat oleh Alllah swt, walaupun kita tidak dalam shalat??? semestinya kita tetap harus menjaga sikap kita seperti saat shalat. Belum lagi gerak-gerik hati, dan pikiran kita pada saat shalat, bukankah Allah swt Maha Mengetahui apa yang tersembunyi???…… ini dalam shalat, sahadat, puasa, haji, zakat, dll bagaimana????.
Wallahualam bishawab

Dakwah Disertai Dengan Akhlaq

Akhlaq
Peneyebaran atau dakwah Islam tidak dapat terlepaskan dari pribadi dari penganut islam itu sendiri. Seperti halnya Allah swt menurunkan ajaran Islam melalui wahyu-NYA dengan mengutus Muhammad saw untuk menyampaikan dan menjelaskan kepada Manusia. Ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Besar Muhammad saw, tentu tak lepas dari pribadi dan akhlaq beliau yang mulia. Artinya ia menyebarkan ajaran Islam ini disertai dengan kemuliaan dari akhlaq, yakni berkata benar dan baik, jujur, kasih sayang, membimbing, menuntun, mengayomi, memberikan pengajaran sekaligus juga memberikan contoh kepada umatnya.
Dakwah dengan cara meyalahkan pengajaran orang lain, memeriksa murid orang lain, sehingga menebarkan kebencian kepada ulama, itu adalah salah satu contoh akhlaq yang kurang baik dalam berdakwah. Untuk menjaga kemurnian dari ajaran islam, tentu tak terlepaskan dari pribadi-pribadi penganut Islam itu sendiri, sebutlah seperti ilmu hadist misalnya, bukankah sanad/perawi dari hadist tersebut diselidiki tentang kepribadiannya?
Jadi untuk meyebarkan agama Islam, disamping kita menyampaikan secara ‘keilmuan’ tentang kebenaran Islam, juga harus disertai dengan kemuliaan akhlaq. Hal ini tentunya demi menjaga ke Agungan dari Islam itu sendiri.
Mengenai Jihad, jihad adalah amalan tertinggi. Jihad yang saya pahami ada beberapa tingkatan antara lain : Jihad dengan berperang, musuhnya adalah orang-orang kafir yang memerangi kita, melarang kita beribadah, mengusir kita dari tanah-tanah kita. Jihad di bidang ilmu, dengan memerangi kebodohan. Jihad di bidang sosial, dengan memerangi kemiskinan. Jihad di bidang ekonomi keluarga, dengan bekerja. Jihad membela orang yang lemah, musuhnya adalah orang-orang yang zholim, dll. Sehingga benarlah kiranya hidup mulia atau mati syahid, tiada hari tanpa jihad
Mengenai Jihad ini pernah juga suatu ketika saya shalat jum’at di Mesjid yang berada di komplek RCTI, kemudian mendengarkan khotbah khotib/ustad yang kebetulan membahas tentang Jihad, diantara ucapannya kira-kira demikian ; "dalam berjihad contohlah Rosullullah saw, beliau berperang tetapi bukan berarti beliau seorang pembunuh, beliau memerangi kemiskinan, tetapi bukan berarti membunuhi orang-orang miskin, beliau juga memerangi kebodohan, tetapi bukan berarti beliau membunuh orang-orang yang bodoh"
Afwan, saya menulis ini tidak ditujukan kepada orang atau golongan tertentu, semata-mata karena "wa tawashaibil haqi wa tawashawbishshobr".
Semoga kita semua senatiasa diberikan petunjuk bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah, dan semoga kita diberikan kekuatan untuk dapat mengerjakan apa-apa yang diperintahkan NYA dan menjauhi apa-apa yang dilarang NYA. Mudah-mudahan kita tidak hanya sekedar mempunyai ilmu yang tinggi, pintar menghapal ayat-ayat alquran, dan pintar berkata-kata atau berteriak, tetapi diberikan kemampuan untuk mengamalkan apa-apa yang kita ketahui.
Wallahu ‘alambishshawab.

Secuil Kisah Bersama Abuya...

Written By Mahmud J. Al Maghribi on Kamis, 07 Oktober 2010 | 07.19

Abuya Dimyati
Membaca tulisan dibawah ini ("Memilih Pesantren yang Qualified" -Red.), saya teringat dengan pengalaman saya beberapa tahun yang lalu (boleh ya cerita). Pada waktu itu saya berkunjung (silaturahmi) ke pesantren almarhum buya Dimyati (Cidahu) dan pesantren almarhum buya Bustomi, Cisantri, Pandeglang, Banten.
Saya berangkat berlima bersama dengan Ustad (guru ngaji saya), sesampainya di sana kami menunggu di salah satu kamar santri, saya memutar pandangan ke sekitar, terlihat gerumunan santri-santri di sudut-sudut pondok, sepertinya mereka sedang menghapal Al Qur'an, tiba-tiba ustad saya berbisik " coba lihat kitab yang ada dicelah dinding itu, kitab itu salah satu kajian di perguruan tinggi (ustad saya lulusan IAIN Syarif Hidayatullah), sementara disini merupakan kitab kajian dasar bagi para santri " katanya. 
Kemudian setelah memasuki waktu dhuhur, kami diberitahu penduduk sekitar pesantren, "Kalau mau shalat, diatas, disana ada Masjid, tapi kalau mau berjama'ah dengan Buya, tunggu di Madrasah". Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu di madrasah bersama dengan jama'ah yang lain. Suasana hening di dalam madrasah, tak satupun jama'ah yang berbincang-bincang, terasa lama sekali karena yang ditunggu-tunggu tak kunjung keluar. Sekali lagi saya memutar pandangan disekitar madrasah, saya melihat banyak sekali kitab-kitab kuning, menurut informasi teman saya, kitab-kitab tersebut konon langsung dikirim dari Baghdad, Iraq.
Setelah berjam-jam menunggu, akhirnya sekitar jam 14.15 WIB, beliau keluar dari ruangan bagian dalam, ketika pertama melihat beliau saya sangat ta'jub (terpukau) dengan kharisma yang beliau miliki, wajah yang tampan, dengan cambang dan ujung rambutnya yang halus putih keemasan. Ketika itu beliau memakai sorban yang dililitkan di kepala, entah kenapa tak terasa muncul perasaan gentar (takut). Terdengar suara pelan dari salah seorang jamaah mengucapkan "laahaw lawalaa quwwata illaa billaahil 'aliyil 'adhim" berulang-ulang kali, sepertinya perasaan gentar juga dirasakan oleh jama'ah yang lain. Pada saat itu saya langsung ingat kepada Allah SWT, terlintas dalam benak saya "seorang hamba saja bisa bisa mempunyai wibawa seperti ini, apalagi yang ia sembah".
Ketika keluar beliau langsung memukul kentongan, dan seketika itu terlihat seorang santri berlari memasuki madrasah, berdiri di pojok ruangan dan langsung mengumandangkan azdan. Selesai azdan, kami menunaikan shalat sunnah qobliyah dhuhur, saya melihat beliau melaksanakannya sebanyak 4  raka'at. Selesai shalat sunnah, beliau meminta jama'ah untuk mengambil tempat agak ke dalam, terdengar oleh saya gumaman beliau "nanti ditabrak", bener saja, selang beberapa detik setelah dikumandangkan iqomat, terdengar suara bergumuruh, ternyata berasal dari puluhan santri yang secara serentak memasuki madrasah.
Selanjutnya kami melaksanakan shalat dhuhur berjamaah, selesai shalat, saya perhatikan beliau membaca doa-doa (wiridan), kemudian shalat ba'diyah zhuhur empat rakaat, dan dilanjutkan dengan shalat Tasbih empat rakaat. Baru kemudian beliau menghadap kepada jama'ah, dan satu persatu jama'ah meminta doa kepada beliau. Sebelum memberikan doa beliau melihat (menyorot) wajah jama'ah terlebih dahulu. Setelah mendapat doa, kami berlima kembali duduk, tidak seperti jama'ah lainnya, yang langsung meninggalkan madrasah setelah mendapat doa. Melihat hanya tinggal kami berlima yang berada di dalam madrasah, beliau bergumam sambil mengerakkan tangan kanannya menyuruh kami segera meninggalkan madrasah, saya orang terakhir keluar, dan sempat mengucapkan salam yang langsung dijawab oleh beliau.
Perjalan dilanjutkan menuruni Cidahu menuju Cisantri untuk bersilaturahmi dengan buya Bustomi. Sesampainya di pesantren beliau, beliau sedang meng-imami shalat Ashar di Masjid, sehingga kami langsung ikut shalat berjama'ah. Kemudian pertemuan dilanjutkan di rumah beliau, dan ternyata banyak juga tamu yang datang dengan bermacam-macam keperluan. Saya memperhatikan tamu-tamu tersebut ada yang meminta obat karena anaknya sakit, ada yang hanya sekedar minta doa, ada yang minta doa khusus (hizib), bahkan ada yang minta supaya didoakan agar diangkat menjadi karyawan tetap, dll. Kesemuanya itu dilayani dan diberi jalan solusinya oleh beliau. Saat itu saya berpikir, " sepertinya segala masalah ada solusinya disini, di belakang rumah beliau ada gudang barangkali ", karena setelah mendengarkan keluhan dari jama'ah, beliau memanggil petugas di belakang dan meminta dibawakan sesuatu untuk orang tersebut. Oya, disini ustad saya membeli sebuah kitab Hadist, yang menurut pengakuannya " saya sudah bertahun-tahun mencari kitab ini, ternyata ketemu disini ", ujarnya.
Sepulangnya dari silaturahmi tersebut (khusunya buya Dimyati), semangat saya untuk beribadah tinggi sekali (jadi rajin) dan terasa nikmat sekali rasanya. Padahal saya tidak diberi wejangan atau ceramah oleh beliau. Hal seperti ini pernah juga saya alami ketika sebelumnya saya bertemu dengan seorang tokoh ulama yang berada di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kenapa yach..........?
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. UNTAIAN MUTIARA TQN SURYALAYA - SIRNARASA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger