Hidmat Ilmiah Manaqib Panongan, Ahad, 29-04-2018.
Oleh: Mahmud J. Al Maghribaen
Muqodimah
Alhamdulillaah, bulan ini adalah bulan Sya'ban, besok Senin malam Nisfu Sya'ban (pertengahan bulan sya'ban).
Sebagaimana lazim bagi kita ikhwan TQN Suryalaya, amalannya terbagi atas Harian, Mingguan, Bulanan dan Tahunan.
Harian, yaitu sholat fardhu dan sholat-sholat sunnah, serta dzikir setelah sholat.
Harian, yaitu sholat fardhu dan sholat-sholat sunnah, serta dzikir setelah sholat.
Mingguan, yaitu selain amalan yang sudah umum, ada juga yang bersifat khusus yakni Khotaman.
Kemudian ada amalan Bulanan, yaitu Manaqiban. Dimana salah satu rangkaian hidmat amaliyah manaqib ialah TANBIH dari ABAH SEPUH yang berisi nasehat untuk keselamatan Dunia dan Akhirat. Sabda Rosululloh Saw. "Barang siapa selama 40 hati tidak mendengarkan nasehat Ulama, maka hatinya akan mengeras, sehingga sulit untuk menerima nasehat tentang kebenaran".
Selanjutnya amalan Tahunan, selain yang sudah umum, di antaranya ialah SHOLAT SUNNAH NISFU SYA'BAN sebanyak 100 Rakaat yang dilaksanakan mulai Maghrib berjamaah sampai dengan selesai, insya Alloh besok malam akan dilaksanakan di Musholla ini.
Di antara sholat sunnat yang termasuk ke dalam yang disunatkan berjamaah ialah sholat sunnah Nisfu Sya'ban, yakni sholat sunat pada tengah-tengah bulan sya'ban (ruwah). "Sya'ban syu'batun khoiron katsiriin", artinya "Cabang-cabang kebaikan". Sholat sunat nisfu sya'ban adalah sholat sunat yang terbanyak rakaatnya dibandingkan dengan sholat sunat lainnya, yakni 100 rakaat.
Hikmahnya, semakin banyak sholat maka semakin dekat kepada Alloh sehingga selalu INGAT kepada-NYA.
Pada tanggal 15 Sya'ban semua umat manusia ditutup "Buku" (catatan perjalanan hidup) setahun yang lalu, dan dengan sendirinya kita memulai lagi lembaran buku tahunan untuk masa yang akan datang.
Kelak buku catatan itu akan dibuka pada hari Kiamat, dimana semua umat manusia akan mempertanggung jawabkan seluruh amal perbuatannya selama di dunia, sebagaimana Firman Alloh dalam QS. Al Jaatsiyah : 28 sbb:
"Wa taraa kulla ummatin jaatsiyatan, kullu ummatin tud'aa ilaa kitaabihaal yauma tujzauna maa kuntum ta'malauuna". Artinya, "Dan pada hari itu kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk melihat buku catatan amalnya. Pada hari itu ku diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan".
Pada malam nisfu sya'ban sangat baik bagi kita untuk mengintrospeksi diri, menghitung-hitung diri sebelum kita dihitung, sebagaimana sabda sayyidina Umar ra. "Haasibu qobla antu hasabu" (Hitunglah dirimu senelum dihitung).
Adapun keistimewaan malam nisfu sya'ban diriwayatkan dari Sahabat Hasan ra. dalam kitab Al Ghunyah Lithoriqi al Haqq, sbb:
Adapun keistimewaan malam nisfu sya'ban diriwayatkan dari Sahabat Hasan ra. dalam kitab Al Ghunyah Lithoriqi al Haqq, sbb:
- Sesungguhnya bagi orang-orang yang mengamalkan sholat nisfu sya'ban, maka Alloh akan melihat kepada orang tersebut 70 kali penglihatan. Dan setiap penglihatan mencukup 70 keperluan kepada orang tersebut.
- Barang siapa yang membaca shalawat pada malam nisfu sya'ban, maka para malaikat mendoakan sampai hari kiamat agar orang itu diampuni segala dosanya. Sebagaimana sabda Nabi: "Sholaatukum 'alayya majaaqotun" (Shalawat yang kamu baca bagiku, itu menghilangkan segala dosa-dosamu).
- Para malaikat menyeru: "Untung sekali bagi orang-orang yang ruku', sujud, berdoa, berdzikir dan membaca al Quran sedikitnya surat Yaasiin 3 kali pada malam nisfu sya'ban sampai terbit fajar, sehingga Alloh membebaskannya dari siksa Api Neraka. Sabda Nabi : "Yaasiin qolbu al Quran" (Yaasiin itu jantungnya al Quran).
- Sungguh tak ternilai harganya, karena pada malam itu Alloh membuka 300 pintu rahmat. Dan Alloh memberi ampunan bagi orang-orang yang bertobat kepada-Nya, serta Alloh menurunkan Maghfiroh (Pengampunan) pada malam nisfu sya'ban bagi orang-orang yang melaksanakan sholat sunat sebanyak-banyaknya.
Hadits tentang sholat sunat Nisfu Sya'ban:
"Fa ammasholaatul waaridatu fii lailatinnishfion sya'baana fa hiya miiatu rok'atin bi alfi marrotin qulhuwallohu ahadun fii kulli tok'atin bi 'asyroo marrootin wa tusammaa haadzihish sholaattul khoiri".
Artinya, "Adapun sholat yang kewarid di dalam nisfu sya'ban banyaknya 100 rakaat, 1000 Qulhuwallohu Ahad. Tiap-tiap rakaat 10 kali Qulhuwallohu Ahad. Sholat ini diberi nama "Sholatul Khoiri", yakni sholat yang sebaik-baiknya".
Ikhwan wal akhwat ra.
Demikianlah keterangan tentang amaliyah nisfu sya'ban. Namun meski demikian, masih ada sebagian umat Islam yang mempermasalahkan amalan ini, mereka menuduh bid'ah, karena menurut mereka tidak ada contoh dari Nabi maupun Sahabat, sehingga perlu dijauhi, bahkan dilarang untuk mengamalkannya, sebab Nabi bersabda : "Kullu bid'atin dholalah, wa kullu dholalati finnaar" (Setiap perkara baru itu sesat, dan setiap yang sesat tempatnya di Neraka).
Perlu saya jelaskan disini, bagaimana sesungguhnya cara memahami hadits tersebut.
Kullu bid'atin, itu bukan berarti mencakup semuanya sesuatu yang baru? akan tetapi hanya sebagian, sebab pada kata "Bid'ah" ada kata sifat yang dibuang, mengapa dibuang? karena sudah umum dalam bahasa Arab, sebab bid'ah itu isim (kata benda) yang tentu memiliki sifat, sifatnya bisa "baik bisa buruk". Jadi kalimat tersebut seyogyanya dipahami Kullu bid'atin sayyi'ah atau hasanah, dan yang paling tepat adalah sayyi'ah (buruk/jelek), hanya yang "buruk" yang sesat, sedang yang "baik" tidak mungkin sesat. Jadi arti sesungguhnya dari hadits tersebut adalah: "Setiap perkara baru yang buruk itu sesat, dan setiap yang sesat itu di neraka". Hanya bid'ah yang buruk yang sesat, sedang bid'ah yang "baik", itu tidaklah sesat, maka Imam Sayfi'i membagi bid'ah menjadi 2 (dua) yakni: Bid'ah yang "Buruk" dan Bid'ah yang "Baik" .
Kullu bid'atin, itu bukan berarti mencakup semuanya sesuatu yang baru? akan tetapi hanya sebagian, sebab pada kata "Bid'ah" ada kata sifat yang dibuang, mengapa dibuang? karena sudah umum dalam bahasa Arab, sebab bid'ah itu isim (kata benda) yang tentu memiliki sifat, sifatnya bisa "baik bisa buruk". Jadi kalimat tersebut seyogyanya dipahami Kullu bid'atin sayyi'ah atau hasanah, dan yang paling tepat adalah sayyi'ah (buruk/jelek), hanya yang "buruk" yang sesat, sedang yang "baik" tidak mungkin sesat. Jadi arti sesungguhnya dari hadits tersebut adalah: "Setiap perkara baru yang buruk itu sesat, dan setiap yang sesat itu di neraka". Hanya bid'ah yang buruk yang sesat, sedang bid'ah yang "baik", itu tidaklah sesat, maka Imam Sayfi'i membagi bid'ah menjadi 2 (dua) yakni: Bid'ah yang "Buruk" dan Bid'ah yang "Baik" .
Maka Bid'ah buruk itu dilarang, sedang bid'ah yang baik diperbolehkan sepanjang tidak ada dalil syar'i yang melarangnya. Hal ini berdasarkan hadits :
"Man sanna fil islami sunnatan hasanatan falahu ajruha wa ajru man 'amila bihaa ba'dahu min ghairi an yanqusha min ujuurihim syai-un. Wa man sanna fil islaami sunnatan sayyi'atan kaana 'alaihi wizruhaa wawizru man 'amila bihaa min ba'dihi min ghairi an yanqusha min auzaarihim syai-un".
Artinya, “Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim).
Nah, begitulah cara memahami hadits tersebut, untuk memahaminya dibutuhkan ilmu, jika kita merasa kurang ilmunya, belajarlah kepada orang yang berilmu (Ulama).
Apakah ada dalilnya di dalam Al Quran?
Tentu saja ada, seperti dalam memahami Firman Alloh Swt. : "Ammassafiinatu fakaanat limasaakiina ya'maluuna fil bahri, fa arodtu an a'iibahaa wakanaa waroo ahum malikan ya'khudzuhu kulaa safiinatin ghoshbaa".
Tentu saja ada, seperti dalam memahami Firman Alloh Swt. : "Ammassafiinatu fakaanat limasaakiina ya'maluuna fil bahri, fa arodtu an a'iibahaa wakanaa waroo ahum malikan ya'khudzuhu kulaa safiinatin ghoshbaa".
Artinya, "Adapun bahtera itu kepunyaan orang miskin yang bekerja di laut, aku bermaksud merusaknya karena di hadapan mereka ada raja yang merampas setiap bahtera". (QS. Al Kahfi : 79).
Perhatikan!
Kata "kulla safiinatin", itu bukan berarti setiap kapal/bahtera, akan tetapi ada kata yang "dibuang" yakni "Jamiilatun" (Bagus). Artinya, hanya kapal yang bagus yang akan dirampas oleh raja, sedangkan kapal yang rusak (dirusak oleh Nabi Khidir) tidak akan dirampas oleh raja karena raja tidak tertarik dengan kapal yang rusak.
Hadirin yang berbahagia,
Riwayat di atas ada di dalam Al Quran Surat al Kahfi ayat 65-82. Ketika Nabi Musa as. berguru kepada Nabi Khidir as. Dikisahkan Nabi Musa as. berkata: "Hal attabi'uka" (bolehkan aku mengikutimu?) supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?. Nabi Khidir as. menjawab: "Lan tastathii'a ma'iya shobron" (Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku). Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu".
Musa berkata: "Insya Alloh kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan apapun".
Nabi Khidir berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?". Sesungguhnya kamu telah berbuat kesalahan yang besar.
Khidir berkata: "Bukankah aku telah berkata bahwa, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".
Nabi Musa berkata: "Janganlah engkau marah akan daku disebabkan aku lupa (akan syaratmu) dan janganlah engkau memberati daku dengan sesuatu kesukaran dalam urusanku (menuntut ilmu)".
Kemudian keduanya berjalan lagi sehingga apabila mereka bertemu dengan seorang pemuda lalu dia (Khidir) membunuhnya. Nabi Musa berkata: "Patutkah engkau membunuh satu jiwa yang bersih, yang tidak berdosa karena telah membunuh orang?" Sesungguhnya engkau telah melakukan satu perbuatan yang mungkar!
Dia (Khidir) menjawab: "Bukankah, aku telah katakan kepadamu, bahwa engkau sekali-kali tidak akan dapat bersabar bersamaku?"
Nabi Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu perkara sesudah ini, maka janganlah engkau jadikan daku sahabatmu lagi; sesungguhnya engkau telah cukup mendapat alasan-alasan berbuat demikian disebabkan pertanyaan-pertanyaan dan bantahanku".
Kemudian keduanya berjalan lagi, sehingga apabila mereka sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka meminta makan kepada orang-orang di situ, lalu orang-orang itu enggan menjamu mereka. Kemudian mereka dapati di situ (dalam negeri itu) sebuah tembok yang hendak runtuh, lalu dia (Khidir) menegakkan dinding itu. Nabi Musa berkata: "Jika engkau mau, tentulah engkau berhak mengambil upah mengenainya"!
Dia (Khidir) menjawab: "Inilah masanya perpisahan antaraku denganmu, aku akan terangkan kepadamu maksud (kejadian-kejadian) yang engkau tidak dapat bersabar mengenainya".
Lalu Nabi Khidir as. menjelaskan alasan-alasan dari perbuatannya yang Nabi Musa as. tidak sabar kepadanya: "Adapun perahu itu adalah ia dipunyai oleh orang-orang miskin yang bekerja di laut; oleh itu, aku bocorkan dengan tujuan hendak mencacatkannya, kerana di belakang mereka nanti ada seorang raja yang merampas tiap-tiap sebuah perahu yang tidak cacat".
"Adapun pemuda itu, kedua ibu bapaknya adalah orang-orang yang beriman, maka kami bimbang bahwa dia akan mendesak mereka (ibu-bapaknya) melakukan perbuatan yang zalim dan kufur". Oleh itu, kami ingin dan berharap, supaya Tuhan mereka menggantikan bagi mereka anak yang lebih baik dari padanya (soleh) tentang kebersihan jiwa dan lebih mesra kasih sayangnya".
Adapun tembok rumah itu, adalah kepunyaan dua orang anak yatim di negeri itu dan di bawahnya ada harta terpendam kepuyaan mereka dan ayahnya adalah orang yang sholeh. Maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka cukup umur dan dapat mengeluarkan harta mereka yang terpendam itu, sebagai satu rahmat dari Tuhanmu (kepada mereka) dan (ingatlah) aku tidak melakukannya menurut kemauanku sendiri. Demikianlah penjelasan tentang maksud dan tujuan perkara-perkara yang engkau tidak dapat bersabar mengenainya.
Demikianlah Nabi Musa dan Nabi Khidir telah memberikan pelajaran kepada kita umatnya tentang adab dalam menuntut ilmu Hakikat. Ilmu hakik
at berbeda dengan ilmu syariat, dimana ilmu syariat adalah yang mengatur secara lahiriah sedang ilmu hakikat mengatur tataran batiniah.
at berbeda dengan ilmu syariat, dimana ilmu syariat adalah yang mengatur secara lahiriah sedang ilmu hakikat mengatur tataran batiniah.
Dari kisah ini maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa tidaklah semua yang terlihat secara lahiriah salah itu adalah salah, melainkan harus kita pahami hakekatnya melalui bimbingan seorang Guru yang Mursyid. Kalau Nabi saja masih mau untuk mencari guru, apalagi kita yang bukan siapa-siapa?
Haasibu qobla antu hasabu, hitung-hitunglah dirimu sebelum kamu dihitung!
Wallahu'alam bishshowab
Posting Komentar