Latest Post
01.58
MENGENAL AHLI SILSILAH TQN SURYALAYA KE-34 SYEKH AHMAD KHATIB SAMBAS IBN ABDUL GHAFFAR
Written By Mahmud J. Al Maghribi on Senin, 28 Desember 2015 | 01.58
Syeh Ahmad Khatib Sambas (1803-1875), Guru para Ulama Nusantara
Diposkan oleh Ahmad Jember di 11.59
Ahmad Khatib Sambas dilahirkan di daerah Kampung Dagang, Sambas, Kalimantan Barat, pada bulan shafar 1217 H. bertepatan dengan tahun 1803 M. dari seorang ayah bernama Abdul Ghaffar bin
Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin. Ahmad Khatib terlahir dari sebuah keluarga perantau dari Kampung Sange’. Pada masa-masa tersebut, tradisi merantau (nomaden) memang masih menjadi bagian cara hidup masyarakat di Kalimantan Barat.
Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin. Ahmad Khatib terlahir dari sebuah keluarga perantau dari Kampung Sange’. Pada masa-masa tersebut, tradisi merantau (nomaden) memang masih menjadi bagian cara hidup masyarakat di Kalimantan Barat.
Ahmad Khatib Sambas menjalani masa-masa kecil dan masa remajanya. Di mana sejak kecil, Ahmad khatib Sambas diasuh oleh pamannya yang terkenal sangat alim dan wara’ di wilayah tersebut. Ahmad khatib Sambas menghabiskan masa remajanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, ia berguru dari satu guru-ke guru lainnya di wilayah kesultanan Sambas. Salah satu gurunya yang terkenal di wilayah tersebut adalah, H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.
Karena terlihat keistimewaannya terhadap penguasaan ilmu-ilmu keagamaan, Ahmad Khatib Sambas kemudian dikirim oleh orang tuanya untuk meneruskan pendidikannya ke Timur Tengah, khususnya Mekkah. Maka pada tahun 1820 M. Ahmad Khatib Sambas pun berangkat ke tanah suci untuk menuntaskan dahaga keilmuannya. Dari sini kemudian ia menikah dengan seorang wanita Arab keturunan Melayu dan menetap di Makkah. Sejak saat itu, Ahmad Khatib Sambas memutuskan menetap di Makkah sampai wafat pada tahun 1875 M.
Guru-gurunya :
1. H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.
2. Syeh Muhammad Arsyad Al Banjari
3. Syeh Daud Bin Abdullah Al Fatani (ulama asal Patani Thailand Selatan yang bermukim di Mekkah)
4. Syeh Abdusshomad Al Palimbani (ulama asal Palembang yang bermukim di Mekkah)
5. Syeikh Abdul hafidzz al-Ajami
6. Syeh Ahmad al-Marzuqi
7. Syeh Syamsudin, mursyid tarekat Qadiriyah yang tinggal dan mengajar di Jabal Qubays Mekkah.
Ketika kemudian Ahmad Khatib telah menjadi seorang ulama, ia pun memiliki andil yang sangat besar dalam perkembangan kehidupan keagamaan di Nusantara, meskipun sejak kepergiannya ke tanah suci, ia tidaklah pernah kembali lagi ke tanah air.
Masyarakat Jawa dan Madura, mengetahui disiplin ilmu Syeikh Sambas, demikian para ulama menyebutnya kemudian, melalui ajaran-ajarannya setelah mereka kembali dari Makkah. Syeikh Sambas merupakan ulama yang sangat berpengaruh, dan juga banyak melahirkan ulama-ulama terkemuka dalam bidang fiqh dan tafsir, termasuk Syeikh Nawawi al-Bantani adalah salah seorang di antara murid-murid Beliau yang berhasil menjadi ulama termasyhur.
Salah satunya adalah Syeikh Abdul Karim Banten yang terkenal sebagai Sulthanus Syeikh. Ulama ini terkenal keras dalam imperialisme Belanda pada tahun 1888 dan mengobarkan pemberontakan yang terkenal sebagai pemberontakan Petani Banten. Namun sayang, perjuangan fisiknya ini gagal, kemudian meninggalkan Banten menuju Makkah untuk menggantikan Syeikh Ahmad Khatib Sambas.
Syeikh Ahmad Khatob Sambas dalam mengajarkan disiplin ilmu Islam bekerja sama dengan para Syeikh besar lainnya yang bukan pengikut thariqat seperti Syaikh Tolhah dari Cirebon, dan Syaikh Ahmad Hasbullah bin Muhammad dari Madura, keduanya pernah menetap di Makkah.
Sebagian besar penulis Eropa membuat catatan salah, ketika mereka menyatakan bahwa sebagian besar Ulama Indonesia bermusuhan dengan pengikut sufi. Hal terpenting yang perlu ditekankan adalah bahwa Syeikh Sambas adalah sebagai seorang Ulama (dalam asti intelektual), yan g juga sebagai seorang sufi (dalam arti pemuka thariqat) serta seorang pemimpin umat yang memiliki banyak sekali murid di Nusantara.
Hal ini dikarenakan perkumpulan Thariqat Qadiriyyah wa Naqsabhandiyyah yang didirikannya, telah menarik perhatian sebagian masyarakat muslim Indonesia, khususnya di wilayah Madura, Banten, dan Cirebon, dan tersebar luas hingga ke Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam.
Peranan dan Karyanya
Perlawanan yang dilakukan oleh suku Sasak, pengikut Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah yang dipimpin oleh Syeikh Guru Bangkol juga merupakan bukti yang melengkapi pemberontakan petani Banten, bahwa perlawanan terhadap pemerintahan Belanda juga dipicu oleh keikutsertaan mereka pada perkumpulan Thariqoh yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Khatib Sambas ini.
Thariqat Qadiriyyah wan Naqshabandiyyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim Indonesia, terutama dalam membantu membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan semata karena Syaikh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang dari Nusantara, tetapi bahwa para pengikut kedua Thariqat ini adalah para pejuang yang dengan gigih senantiasa mengobarkan perlawanan terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.
Ajarah Syeikh Ahmad Khatib Sambas hingga saat ini dapat dikenali dari karyanya berupa kitab FATHUL ARIFIN nang merupakah notulensi dari ceramah-ceramahnya yang ditulis oleh salah seorang muridnya, Muhammad Ismail bin Abdurrahim. Notulensi ini dibukukan di Makkah pada tanggal tahun 1295 H. kitab ini memuat tentang tata cara, baiat, talqin, dzikir, muqarobah dan silsilah Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah.
Buku inilah yang hingga saat ini masih dijadikan pegangan oleh para mursyid dan pengikut Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah untuk melaksanakan prosesi-prosesi peribadahan khusus mereka. Dengan demikian maka tentu saja nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas selalu dikenang dan di panjatkan dalam setiap doa dan munajah para pengikut Thariqah ini.
Walaupun Syeikh Ahmad Khatib Sambas termasyhur sebagai seorang tokoh sufi, namun Beliau juga menghasilkan karya dalam bidang ilmu fikih yang berupa manusrkip risalah Jum’at. Naskah tulisan tangan ini dijumpai tahun 1986, bekas koleksi Haji Manshur yang berasal dari Pulau Subi, Kepulauan Riau. Demikian menurut Wan Mohd. Shaghir Abdullah, seorang ulama penulis asal tanah Melayu. Kandungan manuskrip ini, membicarakan masalah seputar Jum’at, juga membahas mengenai hukum penyembelihan secara Islam.
Pada bagian akhir naskah manuskrip, terdapat pula suatu nasihat panjang, manuskrip ini ditutup dengan beberapa amalan wirid Beliau selain amalan Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah.
Karya lain (juga berupa manuskrip) membicarakan tentang fikih, mulai thaharah, sholat dan penyelenggaraan jenazah ditemukan di Kampung Mendalok, Sungai Kunyit, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, pada 6 Syawal 1422 H/20 Disember 2001 M. karya ini berupa manuskrip tanpa tahun, hanya terdapat tahun penyalinan dinyatakan yang menyatakan disalin pada hari kamis, 11 Muharam 1281 H. oleh Haji Ahmad bin Penggawa Nashir.
Sedangkan mengenai masa hidupnya, sekurang-kurangnya terdapat dua buah kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh orang Arab, menceritakan kisah ulama-ulama Mekah, termasuk di dalamnya adalah nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas. Kitab yang pertama, Siyar wa Tarajim, karya Umar Abdul Jabbar. Kitab kedua, Al-Mukhtashar min Kitab Nasyrin Naur waz Zahar, karya Abdullah Mirdad Abul Khair yang diringkaskan oleh Muhammad Sa'id al-'Amudi dan Ahmad Ali.
Murid-Muridnya antara lain :
1. Syeh Nawawi Al Bantani
2. Syeh Muhammad Kholil Bangkalan Madura
3. Syeh Abdul Karim Banten
4. Syeh Tolhah Cirebon
Syeh Nawawi Al Bantani dan Syeh Muhammad Kholil selain berguru kepada Syeh Ahmad Khatib Sambas juga berguru kepada Syeh Ahmad Zaini Dahlan, mufti mazhab Syafii di Masjidil Haram Mekkah.
Sepeninggal Syeh Ahmad Khatib Sambas, Imam Nawawi Al Bantani ditunjuk meneruskan mengajar di Madrasah beliau di Mekkah tapi tidak diberi hak membaiat murid dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Sedangkan Syeh Muhammad Kholil, Syeh Abdul Karim dan Syeh Tolhah diperintahkan pulang ke tanah Jawa dan ditunjuk sebagai Khalifah yang berhak menyebarkan dan membaiat murid dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Murid murid Syeh Ahmad Khatib Sambas diatas adalah guru para Ulama-Ulama Nusantara generasi berikutnya yang dikemudian hari menjadi ulama yang mendirikan pondok pesantren dan biasa dipanggil dan digelari sebagai KYAI, Tuan Guru, Ajengan, dsb.
Sebagai contoh, Syeh Muhammad Kholil Bangkalan Madura mempunyai murid-murid antara lain :
1. KH. Hasyim Asy’ari : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Beliau juga dikenal sebagai pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) Bahkan beliau tercatat sebagai Pahlawan Nasional.
2. KHR. As’ad Syamsul Arifin : Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo Asembagus, Situbondo. Pesantren ini sekarang memiliki belasan ribu orang santri.
3. KH. Wahab Hasbullah: Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang. Pernah menjabat sebagai Rais Aam NU (1947 – 1971).
4. KH. Bisri Syamsuri: Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang.
5. KH. Maksum : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Jawa Tengah
6. KH. Bisri Mustofa : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Beliau juga dikenal sebagai mufassir Al Quran. Kitab tafsirnya dapat dibaca sampai sekarang, berjudul “Al-Ibriz” sebanyak 3 jilid tebal berhuruf jawa pegon.
7. KH. Muhammad Siddiq : Pendiri, Pengasuh Pesantren Siddiqiyah, Jember.
8. KH. Muhammad Hasan Genggong : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong. Pesantren ini memiliki ribuan santri dari seluruh penjuru Indonesia.
9. KH. Zaini Mun’im : Pendiri, Pengasuh Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Pesantren ini juga tergolong besar, memiliki ribuan santri dan sebuah Universitas yang cukup megah.
10. KH. Abdullah Mubarok : Pendiri, Pengasuh Pondok , kini dikenal juga menampung pengobatan para morphinis.
11. KH. Asy’ari : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Darut Tholabah, Wonosari Bondowoso.
12. KH. Abi Sujak : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Astatinggi, Kebun Agung, Sumenep.
13. KH. Ali Wafa : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Temporejo, Jember. Pesantren ini mempunyai ciri khas yang tersendiri, yaitu keahliannya tentang ilmu nahwu dan sharaf.
14. KH. Toha : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Bata-bata, Pamekasan.
15. KH. Mustofa : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Macan Putih, Blambangan
16. KH Usmuni : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Pandean Sumenep.
17. KH. Karimullah : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Curah Damai, Bondowoso.
18. KH. Manaf Abdul Karim : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
19. KH. Munawwir : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta.
20. KH. Khozin : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Buduran, Sidoarjo.
21. KH. Nawawi : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Pesantren ini sangat berwibawa. Selain karena prinsip salaf tetap dipegang teguh, juga sangat hati-hati dalam menerima sumbangan. Sering kali menolak sumbangan kalau patut diduga terdapat subhat.
22. KH. Abdul Hadi : Lamongan.
23. KH. Zainudin : Nganjuk
24. KH. Maksum : Lasem
25. KH. Abdul Fatah : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Al Fattah, Tulungagung
26. KH. Zainul Abidin : Kraksan Probolinggo.
27. KH. Munajad : Kertosono
28. KH. Romli Tamim : Rejoso jombang
29. KH. Muhammad Anwar : Pacul Bawang, Jombang
30. KH. Abdul Madjid : Bata-bata, Pamekasan, Madura
31. KH. Abdul Hamid bin Itsbat, banyuwangi
32. KH. Muhammad Thohir jamaluddin : Sumber Gayam, Madura.
33. KH. Zainur Rasyid : Kironggo, Bondowoso
34. KH. Hasan Mustofa : Garut Jawa Barat
35. KH. Raden Fakih Maskumambang : Gresik
36. KH. Sayyid Ali Bafaqih : Pendiri, pengasuh Pesantren Loloan Barat, Negara, Bali.
Syekh Tolhah bin Tolabuddin Cirebon, Mursyid TQN Suryalaya Silsilah ke 35, mempunyai murid di antaranya yang sangat terkenal adalah :
1. Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) : Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, Jawa Barat. Mursyid TQN Suryalaya Silsilah ke 36.
2. Syekh Ahmad Shohibulwafa' Tajul Arifin (Abah Anom) : Penerus TQN Suryalaya Silsilah ke 37.
3. Syekh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul (Abah Aos) : Pengasuh Pesantren Sirnarasa. Pelestari TQN Suryalaya Silsilah ke 38.
Salah satu sumber dari : http://ahmad-nu.blogspot.co.id/2011/07/syeh-ahmad-khatib-sambas-1803-1875-guru.html?showComment=1451290886957#c7046190927634034840
04.08
GEMBIRA ATAS KELAHIRAN NABI
Written By Mahmud J. Al Maghribi on Jumat, 18 Desember 2015 | 04.08
Pada bulan Robi'ul Awwal (Maulud) ini, banyak kalangan umat Islam yang memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. dengan cara mengadakan acara baik Masjid-masjid maupun di rumah-rumah, mengundang banyak orang untuk bersama-sama bersilaturahmi, berdzikir, membaca Al Qur'an, membacakan cerita tentang sejarah kehidupan Nabi, bersedekah dengan membagi-bagikan makanan, semua itu dilakukan sebagai ungkapan kegembiraan rasa syukur karena telah lahir (datang) seorang Nabi yang berakhlak mulia yang patut untuk dicontoh keangungan akhlaknya.
Sebagaimana Firman Alloh Swt. di dalam Al Qur'an, kita dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Alloh Swt. kepada kita. Maka sepantasnyalah kitapun bergembira atas rahmat dan karunia diutusnya Nabi dan Rosul kepada kita umatnya.
Firman Alloh Swt. tentang diutus-Nya seorang Rosul
sebagai karunia Alloh :
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ
فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ
وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي
ضَلَالٍ مُبِينٍ
Artinya, "Sungguh Alloh telah memberi kurnia kepada
orang-orang yang beriman, ketika Alloh mengutus
di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Alloh, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata".
(QS. Ali Imron (3) : 164).
Salah satu contoh bahwa kedatangan
Nabi/Rosul itu adalah karunia Alloh SWT :
Sebelum
datang Islam, seluruh umat manusia memandang hina kaum wanita. Jangankan
memuliakannya, menganggapnya sebagai manusia saja tidak.
- Orang-orang Yunani menganggap wanita sebagai
sarana kesenangan saja.
- Orang-orang Romawi memberikan hak atas seorang
ayah atau suami menjual anak perempuan atau istrinya.
- Orang Arab memberikan hak atas seorang anak untuk
mewarisi istri ayahnya. Mereka tidak mendapat hak waris dan tidak berhak
memiliki harta benda. Hal itu juga terjadi di Persia, Hidia dan
negeri-negeri lainnya. Orang-orang
Arab ketika itu pun biasa mengubur anak-anak perempuan mereka hidup-hidup
tanpa dosa dan kesalahan, hanya karena ia seorang wanita! Allah berfirman
tentang mereka :
وَإِذَا
بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ .
يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ
أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
Artinya, “Dan apabila
seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah
(merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari
orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia
akan memeliharanya dengan menanggung
kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?.
Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl [16]:
58).
Pasca kedatangan Nabi
Muhammad SAW, kaum wanita dimuliakan dan diberikan hak yang sama dengan kaum
laki-laki, sebagaimana Firman-Nya :
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
Artinya, “Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan
tetapi laki-laki, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah [2]: 228).
Sehingga, tidaklah dapat dipungkiri
bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah rahmat atau anugerah Tuhan kepada manusia yang
tiada taranya, sebagaimana Firman-Nya :
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Artinya, "Dan Kami tidak
mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam". (QS.
Al-Anbiya (21) : 107).
Oleh karena itu, kita diperintahkan oleh Alloh agar
bergembira (bersyukur) atas karunia
dan rahmat-Nya :
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ
فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya, "Katakanlah! (Muhammad),
dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya,
hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS.Yunus (10) : 58).
Diadakannya peringatan kelahiran Nabi
ini ditujukan tidak lain adalah untuk mencontoh akhlak dan mengikuti ajarannya,
sebagaimana Firman-Nya :
قُلْ
إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورُ رَّحِيمُ
Artinya, "Katakanlah, ‘Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah,
‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka se-sungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imran (3) : 31).
Orang-orang yang benar-benar mencintai
Alloh diperintahkan untuk mengikuti seruan Rosululloh SAW. “Ikutilah aku”.
Pertanyaannya, "Apakah benar kita mencintai Alloh? Sudah sejauh manakan
cinta kita kepada Alloh?
Di dalam sebuah hadits Rosululloh SAW.
bersabda, “Alaa matu hubbillaahi hubbu dzikrillah, wa ‘alaa matu
bugh-dhillaahi bagh-dhi dzikrillaahi” Artinya, "Tanda cinta Allah adalah menyukai
dzikrullah (dzikir kepada Allah). Dan tanda kebencian Allah adalah membenci
dzikrullah azza wajalla." (HR. Baihaqi).
Disebutkan juga dalam suatu riwayat,
bahwa Nabi Musa a.s. pernah bertanya kepada Alloh swt., "Ya Tuhanku,
bagaimana cara mengetahui perbedaan antara kekasih-Mu dan kebencian- Mu?"
Alloh swt. berfirman, "Hai Musa bagi kekasih-Ku ada dua tanda bukti :
pertama, mudah berdzikir (mengingat dan menyebut-Ku), sehingga Aku juga dzikir
kepadanya. Kedua, terpelihara dari segala yang haram dan kemarahan-Ku, sehingga
ia selamat dari marah dan siksa-Ku. Demikian pula bagi kebencian-Ku ada dua
tanda bukti : pertama, mudah lalai dzikir kepada-Ku. Kedua, mudah menuruti hawa
nafsu sehingga terjerumus dalam kemaksiatan".
Firman Alloh SWT :
فَاذْكُرُوْنِيْ
أَذْكُرْكُمْ وَ اشْكُرُوْا لِيْ وَلاَ تَكْفُرُوْن
Artinya, “Maka ingatlah kepadaKu,
niscaya Aku akan ingat pula kepadamu; dan bersyukurlah!! kepadaKu dan janganlah
Kamu menjadi kufur." (QS. Al Baqarah (2) : 152).
Kalau kita ingin mengikuti Rosululloh,
tentu kita juga menyukai dzikrulloh, sebab Rosululloh saw. banyak berdzikir
kepada Alloh, sebagaimana Firman-Nya :
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya, "Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasululloh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah". (QS. Al Ahzab (33) : 21).
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhari. Hadits itu menerangkan bahwa pada setiap hari senin, Abu Lahab
diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya.
Dalam sebuah hadist disebutkan:
قَدْ رُؤِيَ أَبُوْ لَهَبٍ
بَعْدَ مَوْتِهِ فِي النَّوْمِ فَقِيْلَ لَهُ مَا حَالُكَ ؟ فَقَالَ فِي النَّارِ
إِلاَّ أَنَّهُ يُخَفَّفُ عَنِّي كُلَّ لَيْلَةِ اثْنَيْنِ وَأَمُصُّ مِنْ بَيْنِ
أُصْبُعِي مَاءً بِقَدْرِ هَذَا-
وَأَشَارَ لِرَأْسِ أُصْبُعِهِ - وَأَنَّ ذَلِكَ بِإِعْتَاقِي لِثُوَيْبَةَ
عِنْدَ مَا بَشَّرَتْنِي بِوِلاَدَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَبِإِرْضَاعِهَا لَهُ.
Artinya,
"Salah seorang keluarga (Abbas bin Abdul Mutholib r.a.) bermimpi bertemu
Abu Lahab setelah kematiannya. Ada yang bertanya kepadanya: Bagaimana
keadaanmu? Abu Lahab berkata: Saya di neraka. Hanya saja (siksa) diringankan
bagi saya setiap hari senin dan saya meminum air dari jari saya seukuran ini
(ia menunjuk ujung jarinya). Hal itu karena saya memerdekakan budak Tsuwaibah
ketika dia memberi kabar gembira pada saya tentang kelahiran Nabi Muhammad, dan
karena ia menyusui Nabi Muhammad SAW”. (HR. Bukhari).
Siapa
Abu Lahab? Abu Lahab adalah salah satu paman Nabi, ia selalu menghalang-halangi
dakwah Nabi, sehingga ia dicela dan diabadikan di dalam Al Qur’an.
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم:
Dengan nama Allah Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
تَبَّتْ
يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
Binasalah kedua tangan Abu
Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
مَا
أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
Tidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
سَيَصْلَى
نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
Kelak dia akan masuk ke
dalam api yang bergejolak.
وَامْرَأَتُهُ
حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Dan (begitu pula)
isterinya, pembawa kayu bakar.
فِي
جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ
Yang
di lehernya ada tali dari sabut.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas, bahwa Nabi saw. pernah pergi ke tanah lapang, lalu beliau mendaki bukit
seraya berseru: “Wahai sekalian kaum.” Kemudian orang-orang Quraisy berkumpul
mendatangi beliau, kemudian beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian jika
aku memberitahu kalian bahwa musuh akan menyerang kalian di pagi atau sore
hari, apakah kalian mempercayaiku?” “Ya,” jawab mereka. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan kepada kalian akan adzab yang
sangat pedih.”
Lalu Abu Lahab berkata: “Apakah untuk
ini engkau kumpulkan kami? Kebinasaanlah bagimu.” Lalu Allah menurunkan tabbat
yadaa abii lahabiw watabb (binasalah kedua tangan Abu Lahab dan
sesungguhnya dia akan binasa). Yang pertama sebagai kutukan baginya, sedangkan
yang kedua sebagai pemberitahuan mengenai keadaannya.
Abu Lahab adalah salah seorang paman
Rasulullah saw. yang nama aslinya adalah ‘Abdul
‘Uzza bin ‘Abdul Muththalib dan nama kun-yahnya adalah Abu ‘Utaibah.
Disebut Abu Lahab karena wajahnya yang memancarkan cahaya. Dia termasuk orang
yang menyakiti, membenci, mencaci, dan merendahkan Rasulullah saw. dan juga
agama beliau.
Imam Ahmad meriwayatkan, Ibrahim bin
Abil ‘Abbas memberitahu kami, ‘Abdurrahman bin Abiz Zinad memberitahu kami,
dari ayahnya, dia berkata: “Ada seseorang yang bernama Rabi’ah bin ‘Abbad dari
bani ad-Dail –yang dulunya dia seorang Jahiliyyah yang kemudian masuk Islam-
memberitahuku, dimana dia berkata: ‘Aku pernah melihat Nabi saw. pada masa
jahiliyah di pasar Dzul Majaz, beliau bersabda: ‘Wahai sekalian manusia,
katakanlah: Laa Ilaaha Illalloh,
niscaya kalian beruntung.’ Dan orang-orang pun berkumpul menemuinya sedang di
belakangnya terdapat seseorang yang wajahnya bersinar terang, yang memiliki dua
tanda mengatakan: ‘Sesungguhnya dia (Rasulullah) adalah seorang pemeluk
Shabi’ah lagi pendusta.’ Dia mengikuti beliau kemana saja beliau pergi.
Kemudian aku tanyakan mengenai dirinya, maka orang-orang menjawab: ‘Ini adalah
pamannya, Abu Lahab.’ Kemudian diriwayatkan dari Syuraih dari Ibnu Abiz Zinad
dari ayahnya, lalu dia menyebutkannya. Abuz Zinad berkata: “Aku katakan kepada
Rabi’ah, ‘Apakah pada saat itu engkau masih kecil?’ Dia menjawab: ‘Tidak, demi
Allah. Sesungguhnya pada saat itu aku sudah berakal.’” Diriwayatkan oleh Ahmad
seorang diri.
Dengan demikian, firman Allah Ta’ala: tabbat
yadaa abii lahabiw watabb, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan
sesungguhnya dia akan binasa.” Yakni benar-benar merugi lagi gagal, amal
perbuatan dan usahanya pun telah tersesat. ‘Watabb’ yakni binasa lagi
benar-benar terbukti kerugian dan kebinasaannya.
Firman-Nya: maa aghnaa ‘an humaa luhuu wamaa
kasab (tidaklah berfaedah baginya harta bendanya dan apa yang ia
usahakan). Ibnu ‘Abbas dan lainnya mengatakan, wa maa kasab (dan apa
yang ia usahakan) yakni anaknya. Dan hal senada juga diriwayatkan dari ‘Aisyah,
Mujahid, ‘Atha’, al-Hasan, dan Ibnu Sirin. Dan disebutkan juga dari Ibnu Mas’ud
bahwa ketika Rasulullah saw. mengajak kaumnya untuk beriman, Abu Lahab berkata:
“Jika apa yang dikatakan oleh anak saudaraku itu benar, maka aku akan menebus
diriku dari siksaan pada hari kiamat kelak dengan harta dan anakku. Maka Allah
Ta’ala pun menurunkan: maa aghnaa ‘an humaa luhuu wa maa kasab
(tidaklah berfaedah baginya harta bendanya dan apa yang ia usahakan).
Firman-Nya: Sayashlaa naaron dzaata lahab
(kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak). Yakni api yang memiliki
bunga api yang besar dan daya bakarnya sangat panas. Wamro-atuhuu hammaa latal hatab
(dan begitu pula istrinya, pembawa kayu bakar). Dan istrinya termasuk kaum
wanita Quraisy yang terhormat, yaitu Ummu
Jamil dan namanya Arwa binti Harb
bin Umayyah, yang merupakan saudara Abu
Sufyan, dia menjadi pembantu setia suaminya dalam kekufuran, keingkaran dan
perlawanannya. Oleh karena itu, pada hari kiamat kelak diapun akan menjadi
pembantu suaminya dalam menjalani siksaan-Nya di Neraka Jahanam. Oleh karena
itu Allah berfirman : Hammaalatal hathabi fii jiidihaa hamblum mim
masad (“Dan begitu [pula] istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di
lehernya ada tali dari sabut.”), yakni dia biasa membawa kayu bakar dan
menyerahkannya kepada suaminya untuk menambah (berat) apa yang dia alami itu,
sedang dia senantiasa siap melakukan hal tersebut.
Fii jiidihaa hablum mim masad (“Yang di lehernya ada tali dari
sabut.”) Mujahid dan ‘Urwah mengatakan: “Dari sabut neraka.” Dari Mujahid,
‘Ikrimah, al-Hasan, Qatadah, ats-Tsauri, dan as-Suddi, hammaalatal hathab
(“pembawa kayu bakar”) dimana istrinya ini biasa berkeliling untuk melancarkan
adu domba. Dan pendapat ini pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir.
Al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas, ‘Athiyyah al-Jadali, adl-Dlahhak, dan Ibnu Zaid: “Dia biasa meletakkan
duri di jalanan (yang dilalui) Rasulullah saw.” Dan yang benar adalah pendapat
pertama. Wallahu a’lam. Sa’id bin al-Musayyab mengatakan: “Dia memiliki kalung
yang sangat mewah. Dan dia mengatakan: ‘Aku akan dermakan kalungku ini untuk
memusuhi Muhammad.’ Yakni, sehingga Allah akan menimpakan (azab) dengan
meletakkan tali di lehernya yang terbuat dari sabut neraka.” Ibnu Jarir meriwayatkan
dari asy-Sya’bi, dia mengatakan: “Al-Masad berarti serabut.” ‘Urwah bin
az-Zubair mengatakan: “Al-Masad berarti rantai yang panjangnya 70 hasta.”
Mengenai firman-Nya: Fii
jiidihaa hablum mim masad (“Yang di lehernya ada tali dari sabut.”)
Mujahid mengatakan: “Yakni kalung dari besi.” Sedangkan Ibnu Abi Hatim pernah
meriwayatkan dari Asma’ binti Abi Bakr, dia berkata: “Ketika turun ayat: Tabbat
yadaa abii lahabiw watabb (“Binasalah kedua tangan Abu Lahab”), seorang
wanita yang buta sebelah matanya, Ummu Jamil binti Harb muncul, dimana dia
mempunyai lengkingan (suara) yang sangat tinggi sedang di tangannya terdapat
batu. Dia mengatakan: “Mudzammaman abainaa, wadiihuhu qallainaa,
wa amruhu ‘ashainaa.” (“Dia orang hina yang kami abaikan, agamanya kami
remehkan, dan perintahnyapun kami durhakai.”).
Dan Rasulullah saw. duduk di sebuah
masjid bersama Abu Bakr. Ketika melihatnya (istri Abu Lahab), Abu Bakr berkata:
“Wahai Rasulullah, dia telah muncul sedang aku khawatir dia akan melihatmu.”
Maka Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya dia tidak akan pernah melihatku.”
Dan beliau membaca al-Qur’an yang berliau pegang teguh. Sebagaimana yang
difirmankan oleh Allah Ta’ala: “Wa idzaa qara’tal qur-aana ja’alnaa bainaka
wa bainal ladziina laa yu’minuuna bil aakhirati hijaabam masthuuraa”
(“Dan apabila kamu membacakan al-Qur’an niscaya Kami adakan antara kamu dan
orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang
tertutup.”) (al-Isra: 45). Kemudian dia datang sehingga berhenti dekat Abu Bakr
tanpa melihat Rasulullah saw. lalu dia berkata: “Wahai Abu Bakr, sesungguhnya
aku beritahu bahwa sahabatmu telah mencaciku.” Abu Bakr berkata: “Tidak. Demi
Rabb Pemelihara rumah ini, dia tidak mencacimu.” Kemudian dia berpaling seraya
berkata: “Kaum Quraisy telah mengetahui kalau aku anak perempuan pemukanya.”
Para ulama mengatakan: “Dan di dalam
surat ini terkandung mukjizat yang sangat nyata dan dalil yang sangat jelas
tentang kenabian, dimana sejak firman Allah Ta’ala ini turun: “Sayashlaa
naarong dzaatal lahab. Wamra atuhuu hammaalatal hathab. Fii jiidihaa hablum mim
masad.” (“Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan
(begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari
sabut.”) (Melalui ayat ini) Allah mengabarkan bahwa keduanya akan mendapat
kesengsaraan dan tidak akan beriman. Keduanya atau salah satu dari keduanya
tidak akan pernah beriman, baik lahir maupun batin, secara sembunyi-sembunyi
maupun terang-terangan. Dan hal itu merupakan bukti yang paling kuat dan jelas
yang menunjukkan kenabian.
Jika Abu Lahab (paman Nabi) saja, yang
yang jelas-jelas kafir dan dicela oleh Al-Qur’an, diringankan siksanya lantaran
ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasululloh Saw. Ketika Tsuwaibah, budak
perempuan Abu Lahab menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya
Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya sebagai tanda suka cita. Maka
bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran
Rasulullah Saw.? Tentu akan mendapatkan balasan yang lebih baik lagi daripada
Abu Lahab.
Demikianlah penjelasan-penjelasan
tentang peringatan (perayaan) kelahiran (maulid) Nabi Muhammad Saw. termasuk
sesuatu yang boleh dilakukan. Apalagi perayaan maulid itu isinya adalah bacaan
sholawat, sedekah dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya,
semuanya itu merupakan amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh Syari’at
Islam.
Alloh swt.
berfirman :
وَكُلًّا
نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
Artinya, "Dan semua kisah dari
rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami
teguhkan hatimu". (QS.Hud (11) :120).
Isyarat bahwa Rosululloh Saw.
memuliakan hari kelahiran, dapat diambil kiyas dari keterangan hadits tersebut
di bawah ini.
عَنْ
أبِي قَتَادَةَ الأنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ اْلإثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ
وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ – صحيح مسلم
Diriwayatkan dari Abu Qatadah
al-Anshari r.a. bahwa Rasululloh Saw. pernah ditanya tentang puasa Senin. Maka
beliau menjawab, “Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan
kepadaku”. (HR. Muslim).
Hadanalloh waiyyakum ajma'in, wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh.