Latest Post

REKAMAN LANGKA, CERAMAH NISYFU SYA'BAN ABAH ANOM

Written By Mahmud J. Al Maghribi on Rabu, 29 Juli 2015 | 04.33

REKAMAN LANGKA, KULIAH SUBUH ROMADHON ABAH ANOM

TIDAK MENCIUM WANGINYA MURSYID KECUALI BAGI ORANG YANG DIBERI PETUNJUK

Written By Mahmud J. Al Maghribi on Jumat, 24 Juli 2015 | 03.29

Anang Hermansyah dg Abah Aos
Dalam amaliyah ilmu Tashowwuf (terlebih dahulu praktek), setelah MENGALAMI  dengan MERASAKAN, baru kemudian mencari dalil, baik di dalam Al Quran maupun Hadits Nabi Muhammad Saw. Mengamalkan ilmu tashowwuf haruslah ada seorang Mursyid. Mursyid adalah Waliyulloh, yang mengangkat dan menjadikannya, hakikatnya adalah Alloh yang diimplementasikan oleh hamba-hamba-Nya (murid). Sekalipun ada hamba yang tidak percaya bahwa sesorang adalah Mursyid, hal tersebut tidak akan menghalangi eksistensi seorang Mursyid selagi masih ada hamba Alloh yang mengakuinya sebagai mursyid.

Dalam amaliyah ilmu tashowwuf, keikhlasan dari pengamalannya tentulah sangat menentukan, namun juga rentang waktu (masa) pengamalannya (mujahadah) juga sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuannya. Kata Aba Aos, "Setiap apa yang kita kerjakan harus menuai hasil". Apa tujuan kita mengamalkan ilmu tashowwuf? Tiada lain tujuannya adalah, Yaa Tuhanku, Engkaulah yang kumaksud, dan Ridho-Mu lah yang kucari, berilah aku rasa cinta kepada Engkau dan mengenal Engkau".

Orang-orang yang mencapai Ridho Alloh, tentu adalah orang-orang telah memiliki kedudukan khusus (selain Nabi) di sisi Alloh Swt. Kedudukan khusus inilah yang sebut sebagai Waliyulloh/Auliya Alloh. Qola Abah Aos, "Barang siapa yang ingin dijadikan Alloh sebagai Wali-Nya, maka akan dibukakan pintu dzikir kepadanya. Pintu Dzikir itu ialah Talqin Dzikir". Jadi orang-orang yang mengamalkan ilmu tashawwuf ialah orang-orang yang ingin menjadi Waliyulloh, namun hal ini hanya sekedar untuk diketahui, tidak untuk diakui.

Sebagaimana Firman Alloh dalam Al Quran, "Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu'min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al Fath: 18).

Seorang Wali kedudukannya dibuktikan dengan Karomah, sebagaimana Nabi yang dibuktikan dengan Mukjizat. Karomah itu tampak bagi orang yang belum percaya, ditampakkannya kepadanya dimaksudkan untuk menambahkan keyakinannya. Sedangkan bagi orang yang tidak percaya, maka tidak ada karomah baginya, meskipun Gajah di pelupuk mata takkan kelihatan. Bersyukurlah bagi kita yang telah begitu banyak ditampakkan karomah pengersa Abah, sehingga menambah-nambah keyakinan bagi kita.

Tugas Mursyid ialah menyelamatkan dengan memohonkan ampunan atas dosa-dosa muridnya dan menghantarkan/membimbing seseorang untuk sampai ke Hadhirot Alloh Swt. sebagaimana Firman-Nya, "Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk dita'ati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An Nisa: 64). Dengan mengajarkan Kalimat Laa Ilaaha Illalloh untuk membersihkan jiwa murid-muridnya, Firman Alloh, "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal. (QS. Muhammad: 19).

Fungsi Mursyid adalah untuk membacakan ayat-ayat Alloh, Membersihkan Jiwa, dan mengajarkan kitab Alloh. Firman-Nya, "Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Ali Imron: 164).

Hanya orang-orang yang diberi petunjuk Alloh yang akan bertemu (mengetahui/meyakini) seorang itu adalah Mursyid, sebagaimana Firman-Nya, "Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (QS. Al Kahfi:17).

Bagi ikhwan TQN Suryalaya semua sudah, maka sepantasnyalah bersyukur kepada Alloh atas segala anugerah-Nya. Qola Abah Aos, "Abah sangat bersyukur punya Guru Pangersa Abah Anom, beliau itu tidak pernah cerita mimpi" dan "Bukan mencari Lailatul Qodar, tapi mensyukuri Lailatul Qodar".
Isyarat di atas pengertiannya sangat dalam, diantaranya adalah, bagi Ikhwan TQN Suryalaya kalau masih membicarakan, "Mencari Lailatul Qodar" atau "Saya bermimpi", itu menjadi "Aib" bagi dirinya, yang seharusnya merasa malu untuk mengatakannya, karena bukankah, "MENCARI BERARTI BELUM KETEMU?" dan "BERMIMPI BERARTI TUKANG TIDUR?".

Tafakur Pecinta Kesucian Jiwa

SYARAT ORANG YANG DITERIMA TAUBATNYA ADALAH ORANG YANG BERDOSA


Membaca artikel di bawah ini saya teringat hidmat ilmiah pengersa ABAH AOS, "Syarat orang yang diterima taubat nashuha adalah orang yang berdosa, Taubat nashuha tidak berlaku bagi orang yang tidak mempunyai dosa. Jadi amalan tashowuf adalah amalan bagi orang-orang yang mempunyai dosa supaya dapat maghfiroh dari Allah. Tidak bisa taubatan nashuha kalau tidak bertemu seseorang yang bisa memintakan ampunan untuknya, dan orang tersebut adalah utusan Allah yang sekarang sejak Nabi hingga akhir ini dilanjutkan oleh khulafaurosyidin yang disebut Guru Mursyid. (Abah Aos, Suryalaya, 11 Jumadil Akhir 1430 H / Juni 2009)"

DIALOG GUS DUR DAN SANTRI

Santri : "Ini semua gara-gara Nabi Adam, ya Gus!"
Gus Dur : "Loh, kok tiba-tiba menyalahkan Nabi Adam, kenapa Kang."
Santri : "Lah iya, Gus. Gara-gara Nabi Adam dulu makan buah terlarang, kita sekarang merana. Kalau Nabi Adam dulu enggak tergoda Iblis kan kita anak cucunya ini tetap di surga. Enggak kayak sekarang, sudah tinggal di bumi, eh ditakdirkan hidup di Negara terkorup, sudah begitu jadi orang miskin pula. Emang seenak apa sih rasanya buah itu, Gus?"
Gus Dur : "Ya tidak tahulah, saya kan juga belum pernah nyicip. Tapi ini sih bukan soal rasa. Ini soal khasiatnya."
Santri : "Kayak obat kuat aja pake khasiat segala. Emang Iblis bilang khasiatnya apa sih, Gus? Kok Nabi Adam bisa sampai tergoda?"
Gus Dur : "Iblis bilang, kalau makan buah itu katanya bisa menjadikan Nabi Adam abadi."
Santri : "Anti-aging gitu, Gus?"
Gus Dur : "Iya. Pokoknya kekal."
Santri : "Terus Nabi Adam percaya, Gus? Sayang, iblis kok dipercaya."
Gus Dur : "Lho, Iblis itu kan seniornya Nabi Adam."
Santri : "Maksudnya senior apa, Gus?"
Gusdur : "Iblis kan lebih dulu tinggal di surga dari pada Nabi Adam dan Siti Hawa."
Santri : "Iblis tinggal di surga? Masak sih, Gus?"
Gus Dur : "Iblis itu dulunya juga penghuni surga, terus di usir, lantas untuk menggoda Nabi Adam, iblis menyelundup naik ke surga lagi dengan berserupa ular dan mengelabui merak sang burung surga, jadi iblis bisa membisik dan menggoda Nabi Adam."
Santri : "Oh iya, ya. Tapi, walau pun Iblis yang bisikin, tetap saja Nabi Adam yang salah. Gara–garanya, aku jadi miskin kayak gini."
Gus Dur : "Kamu salah lagi, Kang. Manusia itu tidak diciptakan untuk menjadi penduduk surga. Baca surat Al-Baqarah : 30. Sejak awal sebelum Nabi Adam lahir… eh, sebelum Nabi Adam diciptakan, Tuhan sudah berfirman ke para malaikat kalo Dia mau menciptakan manusia yang menjadi khalifah (wakil Tuhan) di bumi."
Santri : "Lah, tapi kan Nabi Adam dan Siti Hawa tinggal di surga?"
Gus Dur : "Iya, sempat, tapi itu cuma transit. Makan buah terlarang atau tidak, cepat atau lambat, Nabi Adam pasti juga akan diturunkan ke bumi untuk menjalankan tugas dari-Nya, yaitu memakmurkan bumi. Di surga itu masa persiapan, penggemblengan. Di sana Tuhan mengajari Nabi Adam bahasa, kasih tahu semua nama benda. (lihat Al- Baqarah : 31).
Santri : "Jadi di surga itu cuma sekolah gitu, Gus?"
Gus Dur : "Kurang lebihnya seperti itu. Waktu di surga, Nabi Adam justru belum jadi khalifah. Jadi khalifah itu baru setelah beliau turun ke bumi."
Santri : "Aneh."
Gus Dur : "Kok aneh? Apanya yang aneh?"
Santri : "Ya aneh, menyandang tugas wakil Tuhan kok setelah Nabi Adam gagal, setelah tidak lulus ujian, termakan godaan Iblis? Pendosa kok jadi wakil Tuhan."
Gus Dur : "Lho, justru itu intinya. Kemuliaan manusia itu tidak diukur dari apakah dia bersih dari kesalahan atau tidak. Yang penting itu bukan melakukan kesalahan atau tidak melakukannya. Tapi bagaimana bereaksi terhadap kesalahan yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah keliru dan salah, Tuhan tahu itu. Tapi meski demikian nyatanya Allah memilih Nabi Adam, bukan malaikat."
Santri : "Jadi, tidak apa-apa kita bikin kesalahan, gitu ya, Gus?"
Gus Dur : "Ya tidak seperti itu juga. Kita tidak bisa minta orang untuk tidak melakukan kesalahan. Kita cuma bisa minta mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan. Namanya usaha, kadang berhasil, kadang enggak."
Santri : "Lalu Nabi Adam berhasil atau tidak, Gus?"
Gus Dur : "Dua-duanya."
Santri : "Kok dua-duanya?"
Gus Dur : "Nabi Adam dan Siti Hawa melanggar aturan, itu artinya gagal. Tapi mereka berdua kemudian menyesal dan minta ampun. Penyesalan dan mau mengakui kesalahan, serta menerima konsekuensinya (dilempar dari surga), adalah keberhasilan."
Santri : "Ya kalo cuma gitu semua orang bisa. Sesal kemudian tidak berguna, Gus."
Gus Dur : "Siapa bilang? Tentu saja berguna dong. Karena menyesal, Nabi Adam dan Siti Hawa dapat pertobatan dari Tuhan dan dijadikan khalifah (lihat Al-Baqarah: 37). Bandingkan dengan Iblis, meski sama-sama diusir dari surga, tapi karena tidak tobat, dia terkutuk sampe hari kiamat."
Santri : "Ooh…"
Gus Dur : "Jadi intinya begitulah. Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang tidak manusiawi, ya yang iblisi itu kalau sudah salah tapi tidak mau mengakui kesalahannya justru malah merasa bener sendiri, sehingga menjadi sombong."
Santri : "Jadi kesalahan terbesar Iblis itu apa, Gus? Tidak mengakui Tuhan?"
Gus Dur : "Iblis bukan atheis, dia justru monotheis. Percaya Tuhan yang satu."
Santri : "Masa sih, Gus?"
Gus Dur : "Lho, kan dia pernah ketemu Tuhan, pernah dialog segala kok."
Santri : "Terus, kesalahan terbesar dia apa?"
Gus Dur : "Sombong, menyepelekan orang lain dan memonopoli kebenaran."
Santri : "Wah, persis cucunya Nabi Adam juga tuh."
Gus Dur : "Siapa? Ente?"
Santri : "Bukan. Cucu Nabi Adam yang lain, Gus. Mereka mengaku yang paling bener, paling sunnah, paling ahli surga. Kalo ada orang lain berbeda pendapat akan mereka serang. Mereka tuduh kafir, ahli bid'ah, ahli neraka. Orang lain disepelekan. Mereka mau orang lain menghormati mereka, tapi mereka tidak mau menghormati orang lain. Kalau sudah marah nih, Gus. Orang-orang ditonjokin, barang-barang orang lain dirusak, mencuri kitab kitab para ulama. Setelah itu mereka bilang kalau mereka pejuang kebenaran. Bahkan ada yang sampe ngebom segala loh."
Gus Dur : "Wah, persis Iblis tuh."
Santri : "Tapi mereka siap mati, Gus. Karena kalo mereka mati nanti masuk surga katanya."
Gus Dur : "Siap mati, tapi tidak siap hidup."
Santri : "Bedanya apa, Gus?"
Gus Dur : "Orang yang tidak siap hidup itu berarti tidak siap menjalankan agama."
Santri : "Lho, kok begitu?"
Gus Dur : "Nabi Adam dikasih agama oleh Tuhan kan waktu diturunkan ke bumi (lihat Al- Baqarah: 37). Bukan waktu di surga."
Santri : "Jadi, artinya, agama itu untuk bekal hidup, bukan bekal mati?"
Gus Dur : "Pinter kamu, Kang!"
Santri : "Santrinya siapa dulu dong? Gus Dur."

Copas, sumber : Perpustakaan Universitas Menyan Indonesia (UMI)

SUARA HALUS: MAU SELAMAT? IKUTI MURSYID YANG MASIH HIDUP

Written By Mahmud J. Al Maghribi on Kamis, 23 Juli 2015 | 02.09

Suara halus, berhati-hatilah! Hendaklah kita selalu peka terhadap suara halus dari orang-orang yang sholeh...

Terkadang tanpa kita sadari, akibat dari amal perbuatan kita yang tidak sengaja kita perbuat, menimbulkan suara yang halus dari saudara kita sesama muslim. Adakalanya suara halus itu berdampak positif bagi kita, namun ada kalanya suara yang halus itu berdampak negatif bagi kita sehingga menimbulkan berbagai kesusahan hidup baik yang bersifat dunia maupun yang bersifat akhirat...

Kita mungkin tidak sengaja, atau bahkan dengan mudahnya kita melakukan amal perbuatan, tanpa kita sadari ternyata menyakiti perasaan orang lain atau paling tidak  membuat orang lain kurang berkenan dengan amal perbuatan kita tersebut. Hal tersebut akhirnya berdampak kepada perjalanan hidup kita. Kita semua hampir tak bisa luput dari hal-hal ini semua. Selama kita masih berinteraksi dengan sesama manusia, maka kejadia-kejadi serupa tak dapat kita hindarkan kecuali dengan kita peka terhadap suara-suara yang halus...

Rosululloh Saw. bersabda, “Hati- hatilah dengan firasat orang yang beriman, karena dia melihat dengan cahaya Allah. “(HR Tirmidzi).

Dari Mu’adz bin Jabal r.a., bahwasanya Rosulullah Saw. bersabda, “Artinya : Takutlah kepada doa orang-orang yang teraniyaya, sebab tidak ada hijab antaranya dengan Allah (untuk mengabulkan)”.(HR. Muslim).

Demikianlah kita semua haruslah senantiasa peka terhadap segala amal perbuatan kita terutama ketika kita berinteraksi dengan sesama manusia makhluk ciptaan Alloh Swt. sebagaimana Firman Alloh dalam Al Quran: "Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (keuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda." (QS.al-Hijr:75).

Bagaimana supaya kita selamat?
Dikarenakan kita hampir tak bisa lepas dari hal tersebut di atas maka kalau mau aman dan terbebas dari itu semua, kita perlu untuk berlindung kepada Alloh dengan mengikuti seorang Mursyid yang Kamil Mukammil, karena beliau yang akan membimbing dan menyelamatkan kita dari adzab Alloh yang dapat saja turun akibat menyinggung perasaan Wali-Nya atau orang sholeh yang mungkin saja saudara kita, istri kita, anak kita, tetangga kita, teman kita, atau siapa saja orang di sekitar kita yang luput dari perhatian kita.

Hal ini seperti dalam hadits Qudsi, "Dan tidaklah hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan sesuatu lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan atasnya, dan senantiasalah hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah, hingga Aku mencintainya bila Aku telah mencintainya, maka Aku-lah pendengaran yang dengannya ia mendengar, penglihatan yang dengannya ia melihat, tangan yang dengannya ia memukul, kaki yang dengannya ia berjalan. Dan jika ia meminta kepada-Ku, niscaya Aku pasti memberikannya dan bila ia berlindung kepada-Ku, niscaya aku pasti melindunginya" (HR.al-Bukhari).

Mengapa kita perlu mengikuti Mursyid (silsilah) yang masih hidup?
Karena seorang Mursyid hanya akan melindungi dan bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan muridnya selama ia masih berada di tengah-tengah mereka. Adapun ketika seorang Mursyid sudah kembali kepada Alloh (wafat) maka ia tidak lagi bertanggung jawab terhadap segala amal perbuatan murid-muridnya. Sebagaimana Nabi Isa a.s. tidak bertanggung jawab terhadap sepak terjang umatnya setelah beliau diangkat di sisi Alloh Swt. sebagaimana Firman-Nya, "Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: 'Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: 'Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?' Isa menjawab: 'Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: 'Sembahlah Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu,' dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.'" (QS. Al Maaidah: 116-117).

Tafakur Pecinta Kesucian Jiwa
7 Syawal 1435 H / 23 Juli 2015
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. UNTAIAN MUTIARA TQN SURYALAYA - SIRNARASA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger